(Juara 2 lomba menulis "Capture Your Gain Moment" yang di selenggarakan oleh Majalah Parents Guide, bulan Desember 2010)
 Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”.
Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”.
 Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”.
Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”.
Hingga sehari menjelang ulang tahun pertamanya, Farraas masih takut melepaskan pegangan tangannya dari sofa atau almari atau apapun yang bisa dipegangnya kala berjalan. Aku juga tak memaksa dengan memancingnya berjalan ke arahku misalnya. Entahlah, feelingku mengatakan aku sudah memberikan suasana kondusif di rumah untuknya berani melepaskan tangan dan berjalan sendiri. Ia akan berjalan saat ia tahu ia mampu dan berani.
Tepat pagi hari di hari ulang tahun pertamanya, ia memberiku sebuah hadiah yang takkan aku lupakan. Saat itu ia berpegangan pada almari setelah selesai mandi dan berpakaian. Aku tengah mendandani kakaknya. Tiba-tiba, tanpa kuduga, ia melepaskan pegangannya dari almari, lalu berjalan ke arahku dengan sangat santai dan mantap sambil tersenyum. Satu dua tiga, tiga langkah pertamanya dan ia kelihatan sangat yakin. Lalu berdiri diam, tanpa jatuh dan tetap tersenyum, lalu berjalan lagi tiga langkah dan sampailah tangannya memegang bahuku. Ya Tuhan, indah sekali saat itu. Tiga langkah pertama yang sangat berani di hari ulang tahun pertamanya. Takkan terlupakan.

Komentar
Posting Komentar