Hari itu sangat panas. Musim kemarau sudah tiba dan hujan sudah lama tak turun. Pohon-pohon sudah banyak yang kering dan mati. Bahkan tanah-tanah sudah mulai retak.
Keri Kerbau bersama empat saudara kerbauya setiap hari mendatangi sebuah rawa di dekat hutan. Kini air di rawa itu sudah mulai berkurang. Bahkan dasar rawa itu sudah mulai kelihatan di sana sini. Air yang tersisa di rawa itu membentuk dua kubangan besar. Keri Kerbau masuk ke kubangan pertama yang lebar dan airnya lebih banyak. Ketika saudara-saudaranya hendak ikut masuk ke kubangan itu, Keri menghardiknya dengan keras.
"Jangan masuk, ini kubanganku. Kalian ke kubangan itu saja" Kata Keri sambil menunjuk ke arah kubangan yang dekat rimbunan pohon bambu di tepi rawa. Airnya lebih sedikit.
"Air di kubangan itu sedikit Keri, hanya bisa dimasuki dua kerbau saja. Sedangkan kita kan berlima" Sahut Ibau si Kerbau kedua.
"Tidak boleh. Ini kubanganku sendiri. Musim hujan belum lagi turun. Kalau air di sini habis nanti aku bisa mati kepanasan. Kalian bergantian saja masuk ke kubangan itu" Jawab Keri ketus.
"Kau serakah sekali, Keri" Timpal Erba si Kerbau ketiga.
"Biar saja..." Sahut Keri lagi.
Karena panas sudah sangat menyengat, keempat saudara Keri akhirnya mengalah. Mereka bergantian berendam dalam kubangan di dekat pohon bambu.
Keesokan harinya, hujan belum turun juga dan Keri belum mau berbagi kubangan dengan keempat saudaranya. Semakin hari, air dalam kubangan Keri semakin berkurang. Sementara air dalam kubangan saudara-saudara Keri, walaupun lebih kecil namun airnya tidak berkurang sedikitpun. Hingga suatu hari, air dalam kubangan Keri habis, bahkan tanahnya sudah mulai retak.
Keri berdiri kepanasan di tengah rawa itu sambil makan sisa rerumputan liar yang mengering. Dia sudah sangat haus dan ingin sekali berendam. Namun ia takut meminta pada saudara-saudaranya yang sedang bergantian makan dan berendam. Selama ini ia sendiri kan tidak mau berbagi dengan mereka.
Abau, si kerbau keempat, menghampiri Keri, "Apa kau baik-baik saja, Keri?"
Keri menatap saudaranya dengan lemah, "Aku haus dan kepanasan, tubuhku kering dan perlu berendam" sahutnya.
"Kau boleh minum dan berendam di kubangan kami, Keri. Tapi kau harus mau bergantian" Kata Ibau, si kerbau kedua.
Erba, Abau, dan juga Oba, si kerbau kelima, sama-sama menganggukkan kepala tanda setuju.
Keri dengan gembira masuk ke dalam kubangan saudara-saudaranya itu. Wah, segar sekali rasanya. Ia merasa bersalah sudah serakah terhadap saudara-saudaranya selama ini.
"Air disini lebih segar ya", Sahut Keri.
"Tentu saja" Sahut saudara-saudara Keri.
Keri jadi malu, "Maafkan aku selama ini tidak mau berbagi dengan kalian ya, saudara-saudaraku. Aku tidak menyangka kalian tetap bermurah hati padaku"
"Asal kau berjanji tidak akan serakah lagi, Keri" Timpal Erba.
Keri mengangguk yakin, "Aku berjanji"
Sejak saat itu, Keri tidak lagi menjadi kerbau yang serakah. Ternyata memang air dalam kubangan itu tidak pernah habis karena terhubung langsung dengan sebuah mata air di bawah pohon bambu, sampai musim hujan berikutnya datang.
Depok, 4 November 2010
Inspired by my lovely daughter, Nailah, 4 years
Keri Kerbau bersama empat saudara kerbauya setiap hari mendatangi sebuah rawa di dekat hutan. Kini air di rawa itu sudah mulai berkurang. Bahkan dasar rawa itu sudah mulai kelihatan di sana sini. Air yang tersisa di rawa itu membentuk dua kubangan besar. Keri Kerbau masuk ke kubangan pertama yang lebar dan airnya lebih banyak. Ketika saudara-saudaranya hendak ikut masuk ke kubangan itu, Keri menghardiknya dengan keras.
"Jangan masuk, ini kubanganku. Kalian ke kubangan itu saja" Kata Keri sambil menunjuk ke arah kubangan yang dekat rimbunan pohon bambu di tepi rawa. Airnya lebih sedikit.
"Air di kubangan itu sedikit Keri, hanya bisa dimasuki dua kerbau saja. Sedangkan kita kan berlima" Sahut Ibau si Kerbau kedua.
"Tidak boleh. Ini kubanganku sendiri. Musim hujan belum lagi turun. Kalau air di sini habis nanti aku bisa mati kepanasan. Kalian bergantian saja masuk ke kubangan itu" Jawab Keri ketus.
"Kau serakah sekali, Keri" Timpal Erba si Kerbau ketiga.
"Biar saja..." Sahut Keri lagi.
Karena panas sudah sangat menyengat, keempat saudara Keri akhirnya mengalah. Mereka bergantian berendam dalam kubangan di dekat pohon bambu.
Keesokan harinya, hujan belum turun juga dan Keri belum mau berbagi kubangan dengan keempat saudaranya. Semakin hari, air dalam kubangan Keri semakin berkurang. Sementara air dalam kubangan saudara-saudara Keri, walaupun lebih kecil namun airnya tidak berkurang sedikitpun. Hingga suatu hari, air dalam kubangan Keri habis, bahkan tanahnya sudah mulai retak.
Keri berdiri kepanasan di tengah rawa itu sambil makan sisa rerumputan liar yang mengering. Dia sudah sangat haus dan ingin sekali berendam. Namun ia takut meminta pada saudara-saudaranya yang sedang bergantian makan dan berendam. Selama ini ia sendiri kan tidak mau berbagi dengan mereka.
Abau, si kerbau keempat, menghampiri Keri, "Apa kau baik-baik saja, Keri?"
Keri menatap saudaranya dengan lemah, "Aku haus dan kepanasan, tubuhku kering dan perlu berendam" sahutnya.
"Kau boleh minum dan berendam di kubangan kami, Keri. Tapi kau harus mau bergantian" Kata Ibau, si kerbau kedua.
Erba, Abau, dan juga Oba, si kerbau kelima, sama-sama menganggukkan kepala tanda setuju.
Keri dengan gembira masuk ke dalam kubangan saudara-saudaranya itu. Wah, segar sekali rasanya. Ia merasa bersalah sudah serakah terhadap saudara-saudaranya selama ini.
"Air disini lebih segar ya", Sahut Keri.
"Tentu saja" Sahut saudara-saudara Keri.
Keri jadi malu, "Maafkan aku selama ini tidak mau berbagi dengan kalian ya, saudara-saudaraku. Aku tidak menyangka kalian tetap bermurah hati padaku"
"Asal kau berjanji tidak akan serakah lagi, Keri" Timpal Erba.
Keri mengangguk yakin, "Aku berjanji"
Sejak saat itu, Keri tidak lagi menjadi kerbau yang serakah. Ternyata memang air dalam kubangan itu tidak pernah habis karena terhubung langsung dengan sebuah mata air di bawah pohon bambu, sampai musim hujan berikutnya datang.
Depok, 4 November 2010
Inspired by my lovely daughter, Nailah, 4 years
Komentar
Posting Komentar