Sudah lama saya ingin tahu dan menulis mengenai hubungan korupsi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Membaca, adakah hubungan yang saling berkaitan?
KORUPSI
Dari data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong yang dirilis pada tanggal 8 Maret 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup se-asia pasifik. Berikut urutan lengkapnya:
Masih data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dari angka 10, dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini tentu bukanlah hal yang mengejutkan bagi kita yang berada di dalam negeri. Bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa , “Hampir semua pejabat itu korupsi ,”.
Sudah saatnya, segenap bangsa mulai bercermin diri. Mulai memperbaiki diri, memperbaiki birokrasi, memperbaiki mental. Karena sesungguhnya, bukanlah tindakan korupsi itu berbahaya, namun yang lebih berbahaya adalah mental korup itu sendiri. Korup mulai dari materi, waktu, hingga integritas. (sumber:nusantaranews. wordpress.com)
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Human Development index (HDI) atau bahasa Indonesianya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk menklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Berdasarkan laporan UNDP pada tanggal 4 November 2010, HDI Indonesia berada pada level 0.6 atau berada pada ranking 108 kategori Medium Human Development. Berada di bawah 42 negara maju, 85 negara berkembang dalam kategori High Human Development dan 107 negara berkembang dalam kategori Medium Human Development. (Sumber : Wikipedia).
INDEKS MEMBACA
Indeks Membaca masyarakat Indonesia saat ini baru sekitar 0,001. Artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Amerika dan Singapura, apalagi Jepang. Amerika memiliki indeks membaca 0,45 dan Singapura memiliki indeks 0,55. Jepang memiliki indeks 17 koma sekian. Bahkan berdasarkan survei UNESCO, budaya baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara dan merupakan yang paling rendah di kawasan ASEAN. (Sumber : Pikiran Rakyat 06/05/2010).
Lantas apa hubungan ketiganya?
Yang pasti korupsi menyebabkan tak terurusnya banyak pelayanan publik akibat ketiadaan dana yang sebenarnya telah dianggarkan. Terutama pendidikan dan kesehatan. Dana yang semestinya untuk publik tersebut masuk kantong para koruptor. Hal ini menyebabkan standar hidup dan juga harapan hidup kebanyakan masyarakat (kecuali segelintir orang dalam lingkaran sang koruptor tentu saja) menjadi rendah. Sementara salah satu faktor penentu IPM adalah standar hidup dan harapan hidup itu. Jadilah ada korelasi berbanding terbalik antara korupsi dengan IPM. Semakin tinggi tingkat korupsi, maka harapan hidup dan standar hidup semakin rendah, sehingga IPM pun semakin rendah.
Selain harapan hidup dan standar hidup, IPM juga dipengaruhi oleh pendidikan dan melek hurufnya masyarakat. Yang ini bisa ditandai dengan indeks membaca. Melihat indeks membaca masyarakat indonesia yang hanya 0,001 atau dengan kata lain dalam seribu penduduk yang memiliki kemampuan dan minat baca tinggi hanya satu saja, maka IPM Indonesia yang sudah rendah akibat korupsi makin terpuruk dengan rendahnya indeks membaca. Dalam kategori negara berkembang, Indonesia hanya masuk kategori medium, itupun sudah peringkat 108 dari 127.
Sederhana saja, mari kita lihat apa yang paling mendominasi kegiatan kita dan keluarga di rumah?. Apakah buku atau televisi?.
Kecenderungan masyarakat kita memang memilih menghabiskan waktu luangnya di depan televisi daripada membaca, jalan-jalan, tidur atau kegiatan lainnya. Jika para orang tua nyaris 12 jam lebih sibuk di luar rumah untuk bekerja dan hanya punya waktu luang dua sampai tiga jam saja sehari karena selebihnya untuk tidur, makan, mandi dan sebagainya. Mungkin bisa berkata tak mengapa menghabiskannya dengan menonton televisi, toh apalagi orang tua sudah punya filter untuk menyaring mana tayangan yang baik untuk ditonton mana yang tidak. Apa jadinya dengan anak-anak kita di rumah yang sebagian besar waktunya bisa dikatakan waktu luang? Apakah mereka juga lebih suka menonton televisi daripada membaca, menulis, belajar atau bermain?.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan televisi, ia hanya benda mati yang akan hidup jika kita berikan aliran listrik. Pun pembelajaran itu bisa lewat audio, visual, dan kinetetik. Televisi hanya salah satu media visual. Masalahnya ternyata anak-anak mengkonsumsi televisi melampaui batasnya sehingga menutup pintu belajar lain. Bahkan bangun tidur, ganti baju dan makan dilakukan di depan televisi. Prihatinnya televisi paling sering dijadikan alat untuk mendiamkan anak yang sedang rewel, dan memang mujarap. Alhasil, televisi benar-benar jadi pusat gravitasi rumah kita.
Sebagaimana sudah banyak diulas di beberapa media masa, terlalu lama menonton membuat anak-anak kehilangan kesempatan mendapatkan stimulasi yang baik bagi proses tumbuh kembangnya. Sebab, televisi hanya menyodorkan stimulasi satu arah sehingga anak kurang mengeksplorasi dunia tiga dimensi dan kehilangan peluang mencapai tahap perkembangan yang baik.
Berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri juga menunjukan dampak negatif dari televisi ini antara lain:
1. penurunan kemampuan membaca, membaca komprehensif dan penurunan memori pada batita
2. terkena sinar biru yang berpotensi memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia para retina mata anak, dampaknya mungkin baru terlihat sepuluh tahun kemudian, tapi yang terlihat amat jelas adalah mata tak lagi bening sehat.
3. adanya pergeseran kultur, dari kultur lisan pada kultur gambar, tanpa kecenderungan berbalik arah dan tanpa protes. akibat dibanjiri tayangan tak berkait, orang menjadi terbiasa mementingkan hal-hal sepele terkait perasaan, kemudian menjadi pasif dan akhirnya egoistis. Seorang guru pernah mengeluh mengenai murid-muridnya yang sulit memahami mata pelajarannya, setelah dicari penyebabnya ternyata murid-murid tersebut baru bisa memahami setelah dibuatkan gambar bergerak dan disajikan di layar, persis televisi. Jadi rupanya murid-murid tersebut mengalami kesulitan memahami tanpa melihat gambar bergerak. Bisa dibayangkan kesulitan yang akan mereka hadapi kelak di bangku kuliah di mana belajar itu dominannya adalah membaca buku?
4. pesona televisi dapat melumpuhkan minat baca masyarakat kita yang masih sangat rendah, karena untuk menonton tak perlu melek huruf. jika disodorkan pilihan kepada keluarga-keluarga miskin terpencil di desa-desa apakah yang paling mereka inginkan untuk dimiliki, televisi atau buku? Saya yakin jawabannya televisi.
5. semakin sering anak menonton program TV dengan muatan kekerasan semakin tinggi kecenderungan menjadi agresif dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya saat dewasa.
Lantas bagaimana menonton televisi yang aman?
Seperti sudah diulas di atas bahwa televisi hanya benda mati. Penentunya adalah tangan kita. Maka mengurangi waktu menontonnya sebenarnya sangat gampang, asal kita mau bersungguh-sungguh. Tetapi mengurangi waktu menonton anak-anak tanpa menyediakan kegiatan pengganti yang sama serunya tentulah sangat sulit. Beberapa kegiatan pengganti yang dapat dijadikan alternatif antara lain bermain bersama teman di lingkungannya, berbincang bersama keluarga, menyediakan berbagai permainan di rumah, dan juga menyediakan berbagai buku bacaan di rumah.
Berharap pada industri televisi agar menyediakan tayangan bergizi? Sebaiknya jangan, karena bagaimanapun juga televisi tetap berorientasi bisnis, tayangan dengan rating tertinggilah yang akan terus mereka sajikan. Menyalahkan industri penerbitan buku karena harga buku-buku masih relatif mahal? banyak harga pakaian dan aksesorisnya yang lebih mahal tapi tetap saja kita beli.
Lantas bagaimana hubungannya indeks membaca dengan korupsi?.
Berbeda dengan menonton yang cenderung pasif, membaca mengaktifasi kemampuan berpikir dan analisis. Membaca membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi dan menstimulasi rasa ingin tahu. Membaca juga memberi peluang lebih luas untuk berimajinasi. Jika tak sedemikian banyak manfaatnya, tentulah bukan membaca yang diperintahkan Allah pertama kali pada Nabi SAW lewat surat Al-'Alaq :"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia daripada segumpal darah. Bacalah...! Dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar manusia apa yang tidak ia ketahui.” (Surah Al-‘Alaq 96: 1-5).
 
 
Dalam buku, digambarkan dengan kongkret bagaimana perilaku, watak dan karakter manusia, baik yang baik maupun yang jahat. Dengan demikian membaca buku berarti bertemu dengan bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalahnya, bahkan juga dengan orang-orang yang tidak ingin kita temui dalam kehidupan nyata serta masalah yang tidak diinginkan. Buku juga memberi peluang kepada kita untuk mengalami posisi orang lain, seperti ulama, penjahat, pejuang, penghianat, pecinta, pecundang, konglomerat, koruptor, pemerkosa dan sebagainya. Dari pengalaman menjalani hidup yang beragam itu dan dengan bermacam-macam situasi, tantangan, dan masalahnya, pembaca akan mudah berempati kepada nasib manusia dalam berbagai macam masalahnya
Buku juga pada dasarnya merupakan ‘rekaman’ terhadap peristiwa-peristiwa kebudayaan yang telah terjadi, bahkan yang bakal terjadi ke depan. Barisan huruf di dalamnya memiliki aspek dokumenter yang dapat menembus ruang dan waktu, membentuk citra tentang dunia tertentu, sebagai dunia yang baru, yang sarat dengan nilai-nilai kebenaran maupun kejujuran yang bersifat universal.
Pembaca mampu untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis dan yang bijaksana, karena pengalaman membaca telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar karakter, maupun ideologi. Dengan mengapresiasi buku sesungguhnya akan dapat mendekatkan kita pada nilai-nilai kearifan, kebaikan sekaligus kecendikiaan. Sehingga tertanam dalam jiwa bahwa korupsi adalah perbuatan tercela yang paling tercela.
Karena itu, mari kita pilih kegiatan membaca sebagai kegiatan dominan dalam rumah kita. Mudah-mudahan langkah kecil tiap-tiap keluarga akan mampu menjadi langkah besar bagi kebaikan bangsa ini.
KORUPSI
Dari data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong yang dirilis pada tanggal 8 Maret 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup se-asia pasifik. Berikut urutan lengkapnya:
- Indonesia (terkorup)
- Kamboja (korup)
- Vietnam (korup)
- Filipina (korup)
- Thailand
- India
- China
- Taiwan
- Korea
- Macau
- Malaysia
- Jepang
- Amerika Serikat (bersih)
- Hong Kong (bersih)
- Australia (bersih)
- Singapura (terbersih)
Masih data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dari angka 10, dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini tentu bukanlah hal yang mengejutkan bagi kita yang berada di dalam negeri. Bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa , “Hampir semua pejabat itu korupsi ,”.
Sudah saatnya, segenap bangsa mulai bercermin diri. Mulai memperbaiki diri, memperbaiki birokrasi, memperbaiki mental. Karena sesungguhnya, bukanlah tindakan korupsi itu berbahaya, namun yang lebih berbahaya adalah mental korup itu sendiri. Korup mulai dari materi, waktu, hingga integritas. (sumber:nusantaranews. wordpress.com)
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Human Development index (HDI) atau bahasa Indonesianya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk menklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Berdasarkan laporan UNDP pada tanggal 4 November 2010, HDI Indonesia berada pada level 0.6 atau berada pada ranking 108 kategori Medium Human Development. Berada di bawah 42 negara maju, 85 negara berkembang dalam kategori High Human Development dan 107 negara berkembang dalam kategori Medium Human Development. (Sumber : Wikipedia).
INDEKS MEMBACA
Indeks Membaca masyarakat Indonesia saat ini baru sekitar 0,001. Artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Amerika dan Singapura, apalagi Jepang. Amerika memiliki indeks membaca 0,45 dan Singapura memiliki indeks 0,55. Jepang memiliki indeks 17 koma sekian. Bahkan berdasarkan survei UNESCO, budaya baca masyarakat Indonesia berada di urutan ke-38 dari 39 negara dan merupakan yang paling rendah di kawasan ASEAN. (Sumber : Pikiran Rakyat 06/05/2010).
Lantas apa hubungan ketiganya?
Yang pasti korupsi menyebabkan tak terurusnya banyak pelayanan publik akibat ketiadaan dana yang sebenarnya telah dianggarkan. Terutama pendidikan dan kesehatan. Dana yang semestinya untuk publik tersebut masuk kantong para koruptor. Hal ini menyebabkan standar hidup dan juga harapan hidup kebanyakan masyarakat (kecuali segelintir orang dalam lingkaran sang koruptor tentu saja) menjadi rendah. Sementara salah satu faktor penentu IPM adalah standar hidup dan harapan hidup itu. Jadilah ada korelasi berbanding terbalik antara korupsi dengan IPM. Semakin tinggi tingkat korupsi, maka harapan hidup dan standar hidup semakin rendah, sehingga IPM pun semakin rendah.
Selain harapan hidup dan standar hidup, IPM juga dipengaruhi oleh pendidikan dan melek hurufnya masyarakat. Yang ini bisa ditandai dengan indeks membaca. Melihat indeks membaca masyarakat indonesia yang hanya 0,001 atau dengan kata lain dalam seribu penduduk yang memiliki kemampuan dan minat baca tinggi hanya satu saja, maka IPM Indonesia yang sudah rendah akibat korupsi makin terpuruk dengan rendahnya indeks membaca. Dalam kategori negara berkembang, Indonesia hanya masuk kategori medium, itupun sudah peringkat 108 dari 127.
Sederhana saja, mari kita lihat apa yang paling mendominasi kegiatan kita dan keluarga di rumah?. Apakah buku atau televisi?.
Kecenderungan masyarakat kita memang memilih menghabiskan waktu luangnya di depan televisi daripada membaca, jalan-jalan, tidur atau kegiatan lainnya. Jika para orang tua nyaris 12 jam lebih sibuk di luar rumah untuk bekerja dan hanya punya waktu luang dua sampai tiga jam saja sehari karena selebihnya untuk tidur, makan, mandi dan sebagainya. Mungkin bisa berkata tak mengapa menghabiskannya dengan menonton televisi, toh apalagi orang tua sudah punya filter untuk menyaring mana tayangan yang baik untuk ditonton mana yang tidak. Apa jadinya dengan anak-anak kita di rumah yang sebagian besar waktunya bisa dikatakan waktu luang? Apakah mereka juga lebih suka menonton televisi daripada membaca, menulis, belajar atau bermain?.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan televisi, ia hanya benda mati yang akan hidup jika kita berikan aliran listrik. Pun pembelajaran itu bisa lewat audio, visual, dan kinetetik. Televisi hanya salah satu media visual. Masalahnya ternyata anak-anak mengkonsumsi televisi melampaui batasnya sehingga menutup pintu belajar lain. Bahkan bangun tidur, ganti baju dan makan dilakukan di depan televisi. Prihatinnya televisi paling sering dijadikan alat untuk mendiamkan anak yang sedang rewel, dan memang mujarap. Alhasil, televisi benar-benar jadi pusat gravitasi rumah kita.
Sebagaimana sudah banyak diulas di beberapa media masa, terlalu lama menonton membuat anak-anak kehilangan kesempatan mendapatkan stimulasi yang baik bagi proses tumbuh kembangnya. Sebab, televisi hanya menyodorkan stimulasi satu arah sehingga anak kurang mengeksplorasi dunia tiga dimensi dan kehilangan peluang mencapai tahap perkembangan yang baik.
Berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri juga menunjukan dampak negatif dari televisi ini antara lain:
1. penurunan kemampuan membaca, membaca komprehensif dan penurunan memori pada batita
2. terkena sinar biru yang berpotensi memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia para retina mata anak, dampaknya mungkin baru terlihat sepuluh tahun kemudian, tapi yang terlihat amat jelas adalah mata tak lagi bening sehat.
3. adanya pergeseran kultur, dari kultur lisan pada kultur gambar, tanpa kecenderungan berbalik arah dan tanpa protes. akibat dibanjiri tayangan tak berkait, orang menjadi terbiasa mementingkan hal-hal sepele terkait perasaan, kemudian menjadi pasif dan akhirnya egoistis. Seorang guru pernah mengeluh mengenai murid-muridnya yang sulit memahami mata pelajarannya, setelah dicari penyebabnya ternyata murid-murid tersebut baru bisa memahami setelah dibuatkan gambar bergerak dan disajikan di layar, persis televisi. Jadi rupanya murid-murid tersebut mengalami kesulitan memahami tanpa melihat gambar bergerak. Bisa dibayangkan kesulitan yang akan mereka hadapi kelak di bangku kuliah di mana belajar itu dominannya adalah membaca buku?
4. pesona televisi dapat melumpuhkan minat baca masyarakat kita yang masih sangat rendah, karena untuk menonton tak perlu melek huruf. jika disodorkan pilihan kepada keluarga-keluarga miskin terpencil di desa-desa apakah yang paling mereka inginkan untuk dimiliki, televisi atau buku? Saya yakin jawabannya televisi.
5. semakin sering anak menonton program TV dengan muatan kekerasan semakin tinggi kecenderungan menjadi agresif dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya saat dewasa.
Lantas bagaimana menonton televisi yang aman?
Seperti sudah diulas di atas bahwa televisi hanya benda mati. Penentunya adalah tangan kita. Maka mengurangi waktu menontonnya sebenarnya sangat gampang, asal kita mau bersungguh-sungguh. Tetapi mengurangi waktu menonton anak-anak tanpa menyediakan kegiatan pengganti yang sama serunya tentulah sangat sulit. Beberapa kegiatan pengganti yang dapat dijadikan alternatif antara lain bermain bersama teman di lingkungannya, berbincang bersama keluarga, menyediakan berbagai permainan di rumah, dan juga menyediakan berbagai buku bacaan di rumah.
Berharap pada industri televisi agar menyediakan tayangan bergizi? Sebaiknya jangan, karena bagaimanapun juga televisi tetap berorientasi bisnis, tayangan dengan rating tertinggilah yang akan terus mereka sajikan. Menyalahkan industri penerbitan buku karena harga buku-buku masih relatif mahal? banyak harga pakaian dan aksesorisnya yang lebih mahal tapi tetap saja kita beli.
Lantas bagaimana hubungannya indeks membaca dengan korupsi?.
Berbeda dengan menonton yang cenderung pasif, membaca mengaktifasi kemampuan berpikir dan analisis. Membaca membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi dan menstimulasi rasa ingin tahu. Membaca juga memberi peluang lebih luas untuk berimajinasi. Jika tak sedemikian banyak manfaatnya, tentulah bukan membaca yang diperintahkan Allah pertama kali pada Nabi SAW lewat surat Al-'Alaq :"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia daripada segumpal darah. Bacalah...! Dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar manusia apa yang tidak ia ketahui.” (Surah Al-‘Alaq 96: 1-5).
Dalam buku, digambarkan dengan kongkret bagaimana perilaku, watak dan karakter manusia, baik yang baik maupun yang jahat. Dengan demikian membaca buku berarti bertemu dengan bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalahnya, bahkan juga dengan orang-orang yang tidak ingin kita temui dalam kehidupan nyata serta masalah yang tidak diinginkan. Buku juga memberi peluang kepada kita untuk mengalami posisi orang lain, seperti ulama, penjahat, pejuang, penghianat, pecinta, pecundang, konglomerat, koruptor, pemerkosa dan sebagainya. Dari pengalaman menjalani hidup yang beragam itu dan dengan bermacam-macam situasi, tantangan, dan masalahnya, pembaca akan mudah berempati kepada nasib manusia dalam berbagai macam masalahnya
Buku juga pada dasarnya merupakan ‘rekaman’ terhadap peristiwa-peristiwa kebudayaan yang telah terjadi, bahkan yang bakal terjadi ke depan. Barisan huruf di dalamnya memiliki aspek dokumenter yang dapat menembus ruang dan waktu, membentuk citra tentang dunia tertentu, sebagai dunia yang baru, yang sarat dengan nilai-nilai kebenaran maupun kejujuran yang bersifat universal.
Pembaca mampu untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis dan yang bijaksana, karena pengalaman membaca telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar karakter, maupun ideologi. Dengan mengapresiasi buku sesungguhnya akan dapat mendekatkan kita pada nilai-nilai kearifan, kebaikan sekaligus kecendikiaan. Sehingga tertanam dalam jiwa bahwa korupsi adalah perbuatan tercela yang paling tercela.
Karena itu, mari kita pilih kegiatan membaca sebagai kegiatan dominan dalam rumah kita. Mudah-mudahan langkah kecil tiap-tiap keluarga akan mampu menjadi langkah besar bagi kebaikan bangsa ini.
Komentar
Posting Komentar