oleh: Pida Siswanti
Ada sebuah rumah tua di pinggir hutan yang sudah lama tidak berpenghuni. Rumah tua itu berada tepat di tepi sebuah danau yang cukup luas. Di loteng rumah tua itu tinggallah seekor burung gereja bernama Geri dan di danau itu hiduplah seekor ikan kecil bernama Kani. Mereka berdua bersahabat dekat.
Mulanya, danau itu berair sangat jernih. Kani dan keluarga ikan hidup dengan nyaman di sana. Tetapi, beberapa waktu lamanya, para penduduk desa di pinggir hutan itu membuang air limbah keluarga dan juga sampah ke dalam selokan yang dialirkan ke danau itu. Sehingga lama-kelamaan, danau itu tidak lagi berair jernih dan juga mendangkal akibat tumpukan sampah di pinggirannya. Akibatnya, Kani dan ikan-ikan lainnya yang masih kecil, sering sakit-sakitan.
Suatu pagi, Geri hinggap di sebuah pohon kecil di tepi danau yang salah satu rantingnya menjulur ke tengah danau. Ia memanggil-manggil Kani untuk mengajaknya bertukar cerita seperti yang biasa mereka lakukan setiap harinya. Namun, sudah beberapa kali dipanggil, Kani tidak muncul juga. Kemana Kani? Tanya Geri dalam hati. Apakah ia sedang pergi?
Setelah sekian lama, akhirnya Kani muncul ke permukaan danau. Wajahnya pias, pucat pasi.
"Hai Kani, mengapa kau lama sekali munculnya? Dan mengapa wajahmu pucat begitu, apakah kau sedang sakit?" Tanya Geri.
Kani mengangguk lemah, "Iya, Geri. Aku sakit lagi, aku susah bernafas karena air danau ini jadi kotor dan juga banyak tumpukan sampah" Sahut Kani.
"Aduh, kasihan sekali kamu Kani. Apa yang bisa kulakukan untukmu? Supaya kamu lekas sembuh?" Tanya Geri iba.
"Apa kamu bisa membantuku dengan mengambil sampah-sampah itu dengan paruhmu dan memindahkannya ke tempat sampah yang seharusnya?" Sahut Kani.
"Wah...sampah-sampah itu banyak sekali. Itu akan jadi kerja besar, Kani. Perlu waktu berhari-hari" Tukas Geri spontan.
"Tapi kalau terus begini, kami bisa mati karena tak kuat lagi, Geri"
Geri berpikir sejenak. Ia mendapat ide untuk mengajak kawan-kawan burungnya bersama-sama mengambil sampah satu persatu dengan paruhnya.
"Lalu bagaimana dengan para manusia? nanti mereka membuang sampah ke danau lagi?" Tanya Geri.
"Aku punya ide, Geri. Bagaimana kalau kalian memungut sampah itu di waktu siang hari ketika para manusia sudah bangun. Mudah-mudahan mereka melihat kerja kalian dan menjadi malu karenanya" Jawab Kani, ada semangat dalam kata-katanya.
"Ide bagus, Kani. Baiklah, mulai besok pagi, aku akan mengajak kawan-kawan burung untuk memungut sampah dari danau dan membuangnya ke tempat sampah yang seharusnya. Aku pernah melihat sebuah lubang besar di tanah yang awalnya dibuat manusia untuk membuang sampah tak jauh dari sini. Entah mengapa mereka kok malah membuangnya ke danau " Timpal Geri penuh semangat.
Keesokan harinya, Geri berhasil mengumpulkan semua kawan-kawan burung yang tinggal di sekitar danau itu untuk bekerja bersama-sama memungut sampah dari danau dengan paruh mereka, lalu terbang membawa sampah itu ke tempat sampah yang pernah dilihat Geri. Banyak sekali burung yang membantu Geri. Kawanan burung yang terbang serempak bolak-balik dari danau ke tempat sampah itu menarik perhatian para penduduk desa. Mereka berbondong-bondong pergi ke danau untuk melihat kawanan burung itu.
Para penduduk desa jadi malu saat melihat burung-burung itu ternyata tengah membersihkan danau dari sampah yang dibuang oleh mereka. Salah seorang penduduk itu kemudian mengajak penduduk yang lain ikut membantu membersihkan danau dengan berbagai alat yang mereka miliki. Akhirnya, danau itu bersih dari sampah kembali. Para menduduk desa itu kemudian berjanji tidak akan membuang sampah ke danau lagi.
Kani sangat berterima kasih kepada Geri. Kini mereka tiap pagi bisa kembali bermain bersama dan bertukar cerita tentang pengalaman mereka masing-masing.
Depok, 31 Oktober 2010
Inspired by my lovely daughter, Nailah, 4 years
Ada sebuah rumah tua di pinggir hutan yang sudah lama tidak berpenghuni. Rumah tua itu berada tepat di tepi sebuah danau yang cukup luas. Di loteng rumah tua itu tinggallah seekor burung gereja bernama Geri dan di danau itu hiduplah seekor ikan kecil bernama Kani. Mereka berdua bersahabat dekat.
Mulanya, danau itu berair sangat jernih. Kani dan keluarga ikan hidup dengan nyaman di sana. Tetapi, beberapa waktu lamanya, para penduduk desa di pinggir hutan itu membuang air limbah keluarga dan juga sampah ke dalam selokan yang dialirkan ke danau itu. Sehingga lama-kelamaan, danau itu tidak lagi berair jernih dan juga mendangkal akibat tumpukan sampah di pinggirannya. Akibatnya, Kani dan ikan-ikan lainnya yang masih kecil, sering sakit-sakitan.
Suatu pagi, Geri hinggap di sebuah pohon kecil di tepi danau yang salah satu rantingnya menjulur ke tengah danau. Ia memanggil-manggil Kani untuk mengajaknya bertukar cerita seperti yang biasa mereka lakukan setiap harinya. Namun, sudah beberapa kali dipanggil, Kani tidak muncul juga. Kemana Kani? Tanya Geri dalam hati. Apakah ia sedang pergi?
Setelah sekian lama, akhirnya Kani muncul ke permukaan danau. Wajahnya pias, pucat pasi.
"Hai Kani, mengapa kau lama sekali munculnya? Dan mengapa wajahmu pucat begitu, apakah kau sedang sakit?" Tanya Geri.
Kani mengangguk lemah, "Iya, Geri. Aku sakit lagi, aku susah bernafas karena air danau ini jadi kotor dan juga banyak tumpukan sampah" Sahut Kani.
"Aduh, kasihan sekali kamu Kani. Apa yang bisa kulakukan untukmu? Supaya kamu lekas sembuh?" Tanya Geri iba.
"Apa kamu bisa membantuku dengan mengambil sampah-sampah itu dengan paruhmu dan memindahkannya ke tempat sampah yang seharusnya?" Sahut Kani.
"Wah...sampah-sampah itu banyak sekali. Itu akan jadi kerja besar, Kani. Perlu waktu berhari-hari" Tukas Geri spontan.
"Tapi kalau terus begini, kami bisa mati karena tak kuat lagi, Geri"
Geri berpikir sejenak. Ia mendapat ide untuk mengajak kawan-kawan burungnya bersama-sama mengambil sampah satu persatu dengan paruhnya.
"Lalu bagaimana dengan para manusia? nanti mereka membuang sampah ke danau lagi?" Tanya Geri.
"Aku punya ide, Geri. Bagaimana kalau kalian memungut sampah itu di waktu siang hari ketika para manusia sudah bangun. Mudah-mudahan mereka melihat kerja kalian dan menjadi malu karenanya" Jawab Kani, ada semangat dalam kata-katanya.
"Ide bagus, Kani. Baiklah, mulai besok pagi, aku akan mengajak kawan-kawan burung untuk memungut sampah dari danau dan membuangnya ke tempat sampah yang seharusnya. Aku pernah melihat sebuah lubang besar di tanah yang awalnya dibuat manusia untuk membuang sampah tak jauh dari sini. Entah mengapa mereka kok malah membuangnya ke danau " Timpal Geri penuh semangat.
Keesokan harinya, Geri berhasil mengumpulkan semua kawan-kawan burung yang tinggal di sekitar danau itu untuk bekerja bersama-sama memungut sampah dari danau dengan paruh mereka, lalu terbang membawa sampah itu ke tempat sampah yang pernah dilihat Geri. Banyak sekali burung yang membantu Geri. Kawanan burung yang terbang serempak bolak-balik dari danau ke tempat sampah itu menarik perhatian para penduduk desa. Mereka berbondong-bondong pergi ke danau untuk melihat kawanan burung itu.
Para penduduk desa jadi malu saat melihat burung-burung itu ternyata tengah membersihkan danau dari sampah yang dibuang oleh mereka. Salah seorang penduduk itu kemudian mengajak penduduk yang lain ikut membantu membersihkan danau dengan berbagai alat yang mereka miliki. Akhirnya, danau itu bersih dari sampah kembali. Para menduduk desa itu kemudian berjanji tidak akan membuang sampah ke danau lagi.
Kani sangat berterima kasih kepada Geri. Kini mereka tiap pagi bisa kembali bermain bersama dan bertukar cerita tentang pengalaman mereka masing-masing.
Depok, 31 Oktober 2010
Inspired by my lovely daughter, Nailah, 4 years
Komentar
Posting Komentar