Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Membaca dan Korupsi

Sudah lama saya ingin tahu dan menulis mengenai hubungan korupsi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Membaca, adakah hubungan yang saling berkaitan? KORUPSI Dari data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong yang dirilis pada tanggal 8 Maret 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup se-asia pasifik. Berikut urutan lengkapnya: Indonesia (terkorup) Kamboja (korup) Vietnam (korup) Filipina (korup) Thailand India China Taiwan Korea Macau Malaysia Jepang Amerika Serikat (bersih) Hong Kong (bersih) Australia (bersih) Singapura (terbersih) Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Masih data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dari angka...

Life Begin at 30

Senin : meeting mingguan semua divisi, makan siang, manajemen meeting, dinner meeting with client A.  Selasa : meeting project A, lunch meeting with client B, meeting future project, dinner meeting Rabu : meeting project B, lunch with HR manajer, meeting project C, dinner meeting Kamis : meeting with client C, lunch meeting with broker A, meeting project D, dinner meeting Jum’at : workshop seharian Nanik mengintip agenda untuk minggu-minggu seterusnya, masih padat dengan jadwal meeting.  Dari pagi hingga malam. Ada sesak dan hampa yang dirasakan Nanik kala membayangkan kesibukannya yang akan datang, perasaan sama yang selalu menderanya beberapa bulan terakhir ini. Nanik sendiripun merasa heran. Gairah yang semula dirasakannya begitu berkobar dalam dirinya kala melaksanakan tugasnya sebagai general manajer di kantor, lenyap entah kemana akhir-akhir ini. Berganti dengan perasaan kosong dalam jiwanya. Seolah semua pekerjaan yang dilakukannya tak mempunyai nilai apa-apa selai...

Tiga Langkah Pertamaku

(Juara 2 lomba menulis " Capture Your Gain Moment " yang di selenggarakan oleh Majalah Parents Guide, bulan Desember 2010) Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”. Dua hari kemudian, Farraas mulai menantang dirinya untuk menggerakkan kakinya selangkah dengan tangan berpegangan di sofa. Satu langkah masih gemetar, ia menangis, namun sekali lagi aku katakan, “Ba...

Meringankan Shalat Ketika Anak Menangis

Anak menangis sewaktu sang Ibu atau Ayah shalat adalah hal yang banyak terjadi. Bukan saja tatkala shalat di rumah, namun juga kala shalat berjamaah Tarawih atau Ied. Tangisan anak bisa mengganggu konsentrasi atau khusyunya shalat. Rasulullah SAW pernah meringankan shalatnya manakala mendengar tangisan anak kecil. Disebabkan rasa belas kasihan dan kasih sayang serta pemeliharaan terhadap anak-anak, Tangisan mereka bukan saja akan menyibukan sang Ibu atau Ayahnya, namun juga orang lain dari shalat mereka. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk meringankan shalat.  “Sesungguhnya aku memulai sholat dan aku ingin memanjangkannya, namun aku mengurungkannya (dengan memperpendek sholat) ketika aku mendengar tangis seorang bayi, karena kasihan terhadap ibunya “. HR. al-Bukhori dan Muslim. Selain meringankan shalat, Rasulullah SAW juga pernah shalat sambil menggendong cucunya Umamah, sebagai bentuk kasih sayang terhadap anak-anak dan bayi-bayi. Dahulu suatu saat ketika Rasulullah SAW...

Resep Rahasia

Terdengar suara mobil memasuki garasi disusul bunyi klakson tiga kali. Sisi bergegas membuka pintu.  Itu Rayyan, suaminya. “Ugh…aku lapar sekali, Si” ungkap Rayyan seraya masuk ke dalam rumah. Ia mengelus-elus perut. “Makan malam sudah tersedia di meja, Ray. Tak perlu khawatir,” sahut Sisi membuntuti suaminya. Rayyan meletakkan tas kerjanya di kamar, lalu berganti pakaian. Ketika ia datang ke meja makan, Sisi sudah menunggunya di sana. “Pepes Ikan lagi?” komentar Rayyan spontan setelah melihat menu yang terhidang di meja, “Dan tumis lagi…tumis lagi…” tambahnya, tampak tak berselera makan. Senyum Sisi langsung menghilang. “Tolong buatkan mie instan sih, Si” pinta Rayyan kemudian. Ia langsung beranjak ke ruang tengah dan menyalakan televisi, tak memperhatikan perubahan raut wajah istrinya. Tanpa banyak bicara, Sisi beranjak ke dapur memenuhi permintaan suaminya. Sudah lima tahun usia perkawinan mereka, namun pujian Rayyan di meja makan sepertinya ...

Keri Kerbau yang Serakah

Hari itu sangat panas. Musim kemarau sudah tiba dan hujan sudah lama tak turun. Pohon-pohon sudah banyak yang kering dan mati. Bahkan tanah-tanah sudah mulai retak. Keri Kerbau bersama empat saudara kerbauya setiap hari mendatangi sebuah rawa di dekat hutan. Kini air di rawa itu sudah mulai berkurang. Bahkan dasar rawa itu sudah mulai kelihatan di sana sini. Air yang tersisa di rawa itu membentuk dua kubangan besar. Keri Kerbau masuk ke kubangan pertama yang lebar dan airnya lebih banyak. Ketika saudara-saudaranya hendak ikut masuk ke kubangan itu, Keri menghardiknya dengan keras. "Jangan masuk, ini kubanganku. Kalian ke kubangan itu saja" Kata Keri sambil menunjuk ke arah kubangan yang dekat rimbunan pohon bambu di tepi rawa. Airnya lebih sedikit. "Air di kubangan itu sedikit Keri, hanya bisa dimasuki dua kerbau saja. Sedangkan kita kan berlima" Sahut Ibau si Kerbau kedua. "Tidak boleh. Ini kubanganku sendiri. Musim hujan belum lagi turun. Kalau air di...

Sehari Tanpa Televisi

Semula, anak-anak tak bisa lepas tanpa televisi. Memang tak melulu nonton tayangan dari stasiun televisi. Kadang menonton film anak-anak dari VCD atau DVD. Televisi memang ampuh untuk membuat anak diam. Mata mereka tak berkedip melihat warna-warni dari layar gelas yang berganti dalam hitungan detik, dan duduk manis terdiam. Sulit sekali mengalihkan perhatian mereka. Apalagi memang tak ada pilihan lain kala itu. Tak ada teman sebaya untuk bermain bersama dan tak ada alternatif lain. Hingga suatu hari kami mulai banyak mengoleksi buku-buku dongeng dan cerita anak, disusun dalam rak buku yang mudah dijangkau mereka. Juga menyediakan tape dan radio sebagai alternatif mereka mendengar suara dari film-film kesukaan mereka, namun tanpa gambar di layar kaca. Lumayan berhasil. Apalagi kemudian ada seorang teman sebaya yang bisa diajak bermain bersama dalam satu pagar komplek. Memang mereka masih terus minta supaya televisinya dinyalakan karena ingin melihat gambarnya. Dengan halus mereka di...

Memilih

Setiap saat manusia memilih. Setiap saat kita membuat keputusan. Ada pilihan yang bisa langsung kita tentukan saat itu juga tanpa banyak pertimbangan. Ada juga putusan yang makan waktu berbulan-bulan bahkan tahun untuk dibuat. Tergantung bagaimana pilihan itu hadir di hadapan kita. Pilihan itu sudah hadir dalam benakku hampir dua tahun yang lalu. Mengungkapkannya pada pasanganku pun perlu waktu berbulan. Semula bisa aku lupakan dengan kepadatan waktu bekerja di kantor lalu menghabiskan waktu dua tiga jam dalam perjalanan menuju rumah. Tiba dirumah, kelelahan sudah mendera, meski bertemu si kecil tak jua mampu menghilangkan beban dari pundakku selamanya. Aku teringat dan teringat kembali dengan pilihan itu. Pilihan itu tak mudah. Amat terjal berliku memenuhi lorong-lorong hatiku. Tak hanya selama proses memunculkannya dan mendapat persetujuan pasanganku. Pun tatkala saat ini pilihan itu telah enam bulan aku lalui. Menjadi ibu di rumah adalah pilihan paling tidak populer di kalangan ...

Motor Scoopy, Tempat Sampah dan Pesawat

Oleh : Pida Siswanti Setelah berjalan kaki kira-kira tiga ratus meter dari rumah, gedung taman kanak-kanak itu mulai kelihatan. Berbagai celoteh bocah-bocahsudah mulai terdengar. Gadis kecil berseragam orange yang berjalan disampingku menatapku sambil tersenyum. Aku tahu benar makna senyum itu. Senyum yang selalu tersungging tiap kali memasuki gerbang taman kanak-kanaknya. Walaupun sebenarnya ia masih di kelompok bermain, tapi melihat kakak-kakak kelas TK A dan TK B bermain, berbaris, dan mengucap ikrar itu selalu membuatnya senang. "Assalamu'alaikum Naia, apa kabar pagi ini?" Sambut Miss Maryam, guru kelas gadis berseragam orange itu. Naia tidak menjawab, ia hanya tersenyum sambil mencium tangan Miss Maryam. "Kemarin kan Naia cerita sama Miss, katanya Naia mau beli motor scoopy warna pink supaya Naia ngga usah jalan kaki lagi ke sekolah" Miss Maryam bergantian menatapku dan Naia. "O, iya?" Aku terkejut juga. Bukan terkejut dengan isi ceritan...

Guru Berbaris

Oleh : Pida Siswanti Saat itu, Nai si 4 tahun sedang bermain bersama Tata si 3 tahun, seorang anak tetangga. Mereka bermain buku yang bisa buka tutup bercerita tentang keluarga kelinci dan kegiatannya di sekolah kelinci. Di dalam buku itu banyak benda-benda yang sering dijumpai disekolah berikut jumlahnya. Mereka asyik bertanya satu sama lain yang jawabannya adalah hitungan satu dua dan seterusnya... Tata bertanya, "Teman di sekolah kamu berapa?" Nai menjawab," Ada delapaaaannnn..." Keduanya tepuk tangan. Tata bertanya lagi, "Kalau bu guru di sekolah kamu ada berapa?" Nai menjawab," Banyaaakkk..." Tata belum puas dengan jawaban Nai,"Banyaknya berapa?" Nai menjawab, "Banyak deh....Nai ngga bisa hitung abisnya bu gurunya ngga mau baris!" Depok, 27 Oktober 2010.

Dua Sahabat

Oleh : Pida Siswanti Siang itu, Yanu bertemu dengan sahabat lamanya Sita di sebuah kedai makanan. Setelah memesan makanan dan minuman yang mereka inginkan, mereka memilih duduk di kursi paling pinggir di dekat jendela. Dengan demikian, mereka bisa melihat dari dekat kolam ikan yang dipenuhi dengan ikan Nila dan ikan Mas. "Kudengar sekarang kau sudah jadi kepala sekolah negeri, Sit?" Yanu memulai pembicaraan. Sita tersenyum, "Sekolah negeri di pinggiran, Yan. Bukan sekolah favorit yang masuk hitungan orang tua murid" "Dengan kau sebagai kepala sekolahnya, aku yakin sekolahmu segera menjadi sekolah favorit" "Kau bisa saja. Seandainya aku berlebih harta, rasanya aku ingin menyumbang dana ke sekolahku sendiri" "Lho, kok masih pusing soal dana. Sekolah negeri kan didanai negara?" Sita menggeleng-gelengkan kepala," Yanu...Yanu...kau seperti tidak tahu saja" "Tahu apa?" "Dana yang kami terima tak sebe...

Sore yang Indah

Oleh : Pida Siswanti Sore itu akhirnya hujan berhenti setelah mengguyur bumi sejak tengah hari tadi. Panas matahari yang sangat menyengat tiba-tiba berubah menjadi mendung menggulita di langit. Hujan deras ditemani angin kencang membawa pohon mangga di halaman rumah meliuk-liuk ke segenap penjuru. Bahkan pohon jeruk yang baru semeter tingginya sampai tercabut akarnya dan rebah menyerah di atas tanah. Memang sore itu matahari tak lagi dapat menembus tebalnya awan kelabu yang masih menggayut, meskipun waktu masih memungkinkannya menerangi bumi sebelum tiba saat terbenam nanti. Setelah mandi sore, Farah bermain-main di halaman kompleks. Uci, mama Farah, mengawasi anaknya yang baru berusia 4 tahun itu sambil duduk di kursi teras rumahnya. Kebetulan Ara, teman sebaya Farah yang tinggal tepat diseberang juga sudah nyore setelah mandi dan cantik dengan baju tidurnya. Ara dan Farah pun ngobrol dengan asyik ala bocah balita. Tiba-tiba terdengar tangisan Inu, anak lelaki tetangga sebelah...

Anggi Angsa yang Takut Air Dingin

 oleh : Pida Siswanti Anggi adalah seekor anak angsa yang tinggal di sebuah rumah tua tak berpenghuni di tepi danau. Angsa biasanya sangat suka mandi dan berenang di dalam air danau. Namun tak demikian dengan Anggi. Dia hanya suka mandi dan berenang jika air danau telah hangat oleh sinar matahari. Padahal sejak matahari memancarkan sinarnya di pagi hari, anak-anak angsa tetangga Anggi telah beraamai-ramai mandi dan berenang bersama di danau bersama para ibu angsa, walaupun air danau masih dingin. Namun Anggi memilih tetap tidur di kamarnya dan baru keluar saat matahari sudah cukup tinggi dan air danau menjadi hangat. Hari itu, ibu Anggi kembali mengajak Anggi mandi dan berenang di danau. Matahari masih tampak merah di ufuk timur. "Anggi, lihat teman-temanmu semua sudah masuk ke dalam danau. Ayo bergabung dengan mereka" Ajak Ibu. "Ngga mau, Bu. Air danaunya masih dingin" Sahut Anggi. "Air dingin akan membuatmu segar, Anggi" Bujuk Ibu lagi. ...

Burung Gereja dan Ikan Kecil

oleh: Pida Siswanti Ada sebuah rumah tua di pinggir hutan yang sudah lama tidak berpenghuni. Rumah tua itu berada tepat di tepi sebuah danau yang cukup luas. Di loteng rumah tua itu tinggallah seekor burung gereja bernama Geri dan di danau itu hiduplah seekor ikan kecil bernama Kani. Mereka berdua bersahabat dekat. Mulanya, danau itu berair sangat jernih. Kani dan keluarga ikan hidup dengan nyaman di sana. Tetapi, beberapa waktu lamanya, para penduduk desa di pinggir hutan itu membuang air limbah keluarga dan juga sampah ke dalam selokan yang dialirkan ke danau itu. Sehingga lama-kelamaan, danau itu tidak lagi berair jernih dan juga mendangkal akibat tumpukan sampah di pinggirannya. Akibatnya, Kani dan ikan-ikan lainnya yang masih kecil, sering sakit-sakitan. Suatu pagi, Geri hinggap di sebuah pohon kecil di tepi danau yang salah satu rantingnya menjulur ke tengah danau. Ia memanggil-manggil Kani untuk mengajaknya bertukar cerita seperti yang biasa mereka lakukan setiap harinya. ...