Saya sangat terkesan dengan si penyu, Crush, ketika ia dan rombongannya menghanyutkan diri dalam arus Australia Timur. Anak lelakinya yang masih kecil, Dude, mencoba beratraksi dengan renang solo, loncat keluar dari arus deras tersebut lalu masuk kembali, menghantam dinding air yang sangat kuat. Penuh khawatir, Marlin, si ikan badut, bertanya pada Crush.
“Hei, mengapa kau biarkan anakmu melakukan itu? Dia bisa celaka!”
Dengan santai, Crush menjawab, “Dia bisa melakukannya, jangan khawatir.”
Benar, anak lelaki Crush berhasil masuk kembali dalam arus dan bergabung dengan rombongannya. Ia tampak melakukannya dengan sangat mudah dan penuh percaya diri.
“Bagaimana kau tahu kapan dia bisa?” Marlin bertanya lagi. Ia memang punya masalah dengan anaknya, Nemo. Dia tak tahu bagaimana mencari tahu bahwa Nemo telah mampu melakukan sesuatu. Dan kesalahpahaman itu telah membawa Nemo terjaring seorang penyelam tempo hari.
“Aku tidak tahu.” Crash menjawab yakin. Melihat Marlin mendelikkan mata ke arahnya, ia melanjutkan,
“Tapi, ketika mereka tahu, kau akan tahu, kok!” ujarnya santai.
When they know, you’ll know!
Seperti ketika saya tergesa-gesa membelikan aneka buku latihan membaca dan menulis, atau kartu huruf berwarna-warni, dengan harapan memancing minat Nailah membaca, bahkan ketika usianya belum lagi genap dua tahun, berdalih bahwa Nailah sudah lancar berbicara. Ketika itu Nailah hanya mengacak-acak kartu itu, menduduki buku-bukunya, atau malah menyobek halaman-halamannya. Semuanya sia-sia, kartu-kartu dan buku-buku itu tak menarik minatnya, meski sudah penuh warna dan gambar-gambar yang bagus. Baru kini ketika usianya empat tahun, buku-buku dan kartu-kartu itu diambilnya dari rak bukunya. Ia buka-buka dan sedikit-sedikit membacanya. Baru kini kartu-kartu huruf itu berguna ketika ia main acak kata. Memang saya tak salah, meski tak juga benar tergesa-gesa. Tapi dari situ saya belajar, saya hanya bisa menyediakan kesempatan dan kemungkinan saja untuk gadis cilik itu, ia yang akan memutuskan saatnya kapan. When they know, you’ll know!
Atau seperti ketika saya sibuk mencari tahu minat dan bakatnya. Kembali saya tergesa-gesa membelikannya aneka krayon atau pensil warna atau malah spidol paling lengkap dan mahal. Tak lupa buku gambar atau buku mewarnai. Semuanya kembali teronggok tak disentuh dalam rak mainannya. Krayon-krayon itu malah sudah banyak yang patah dan hilang, bukan karena dipakai menggambar atau mewarnai, tetapi karena dipakai main. Baru sekarang, ketika usianya  empat tahun, tanpa saya pancing pun, ketika saya sibuk memasak atau mencuci, ia dengan sabar menunggu saya sambil mewarnai dan menggambar. Semua gambar bahkan ia warnai. Semua halaman di buku gambar pun sudah penuh dengan coretannya. Perlu waktu hampir dua tahun. Lagi-lagi, saya hanya bisa menyediakan kesempatan dan kemungkinan, ia yang memutuskan, when they know you’ll know!
Atau ketika ia sangat takut dengan boneka tangan yang dimainkan di atas panggung boneka. Ia bilang ia seperti melihat hantu karena boneka-boneka itu bisa bergerak-gerak sendiri. Meski kini saya sudah belikan ia tiga boneka tangan, dan kadang-kadang kami mainkan bersama. Memberitahu bahwa boneka itu tak bergerak sendirian, tetapi digerakkan oleh mereka yang bersembunyi di belakang panggung. Tetap saja jika ada panggung boneka di TK-nya, ia masih merasa takut. Memilih duduk paling belakang ditemani oleh air mata yang mengalir di pipi putihnya. Meski saya telah memberinya kesempatan dan kemungkinan, ia masih merasa ini bukan waktunya. Kelihatannya saya harus menunggu lebih sabar lagi kapan ia berani dan tak takut pada boneka-boneka tangan itu. When they know, you’ll know!

Komentar
Posting Komentar