Selama ini, aku cenderung sangat berhati-hati jika berbicara tentang hal-hal yang tak kasat mata dengan Nailah, anak perempuanku yang baru berusia 4.5 tahun. Misalnya tentang Allah, surga, neraka, alam kubur, kematian dan lain sebagainya. Entahlah, aku merasa seperti terlalu pagi menerangkan hal ini kepada anak yang baru lahir kemarin. Seolah menceritakan kematian pada sebuah kelahiran. Serupa saat kita baru saja menginjakkan kaki  di rumah saudara jauh sudah ditanya "Kapan pulang?". Orang baru datang sudah ditanya pulang. Meski mungkin maksudnya supaya dia bisa lebih mudah mengatur acaranya. Tapi kok rasanya membuat kita sedikit tidak nyaman. Seperti itulah.
Namun jika saatnya tiba, jika pertanyaan itu keluar langsung dari mulut mungil mereka, apa iya kita tidak menjawab. Bukankah jika anak sudah bertanya maka sejatinya ia siapa belajar dan berpikir.
Seperti hari itu, suara merdu Opick mengusik keasyikan Nailah bermain boneka dinosaurus warna pink kesayangannya.
"Bila waktu t'lah berhenti
Teman sejati hanyalah amal"
Saya mendapati tatapan mata Nailah penuh tanya, "Amal itu apa, Ma?"
Saya tak punya pilihan lain selain harus menjawab bukan?
"Amal itu semua perbuatan baik kita kepada orang lain atau mahluk lain."
"Nanti di kuburan teman kita cuma amal, Ma?"
Nah, ini juga suka membuat saya takjub. Entah bagaimana dia mengubungkan "jika waktu t'lah berhenti" itu dengan "berada dalam kuburan".
Saya mengangguk membenarkan. Barangkali ia mendapatkan cerita kuburan itu dari sekolahnya atau dari kawan-kawan bermainnya.
"Amal itu kayak apa, Ma?"
Maka inilah saatnya memanas-manasinya dengan berbuat baik. Mengungkit semua perbuatannya yang lalu yang masih perlu diperbaiki.
"Amal yang jadi teman sejati itu misalnya Nailah sayang sama Adek, ngomongnya lembut ngga bentak-bentak, kalau Adek minta apa Nailah kasih, kalau Adek jatuh Nailah bantuin bangun. Atau kalau Mama minta tolong Nailah jagain Adek sewaktu Mama masak atau mandi, itu juga amal. Nailah langsung menjawab kalau dipanggil Mama. Nailah ngga usir Papa kalau Papa ketiduran di kasur Nailah, kan Papa capek kerja seharian, mungkin Papa kangen sama Nailah makanya tidur di kasur Nailah, lagipula ngga tiap hari kan Papa tidur di situ."
Nailah mengangguk-angguk, "Kalau Nailah kasih uang sama orang yang ngambil-ngambil sampah itu amal juga?"
Aku ingat sering menyuruhnya sedekah pada pemulung yang kami jumpai di sepanjang perjalanan ke sekolahnya.
Aku membenarkan.
Sesingkat itu percakapan kami, tapi akan terus aku ungkit jika hendak menegurnya, jadi tak perlu marah-marah.
Nailah cemberut karena Adeknya ngga nurut padanya. Aku tinggal bilang, "Senyum itu amal lho, Kak! Mungkin Adek ngga ngerti Kakak ngomong apa, kan Adek masih bayi, belum anak-anak."
Nailah malas mengaji, membaca Iqro. Aku tinggal bilang, "Membaca Al-Qur'an itu amal lho, Kak! Teman sejati di kuburan. Allah suka kalau kita baca Al-Qur'an. Supaya bisa baca Al-Qur'an, kita harus latihan dulu dengan membaca Iqro ini!"
Nailah diam saja ketika kakak kelas TK B menyapanya di jalan, ia malah melengos. Aku tinggal bilang, "Nailah, menjawab salam itu adalah amal yang bakal nemenin Nailah di kuburan. Jadi kalau bertemu teman, Nailah harus menyapa. Hai Kak Devi! Yang keras suaranya, gitu...."
Kalau sudah begitu, tinggal konsistensi kita saja menekankan mana hal baik mana yang bukan, mana yang bisa jadi amal baik mana yang bukan. Di setiap peristiwa, di setiap detiknya, kapan saja kita menemukan momen yang tepat.
Tapi hari ini dia membuat saya terkekeh, entah serius atau tidak pertanyaannya, "Ma, temen sejati kita itu, amal, pakai baju warna apa?"
"...?"
Gubrak!
Namun jika saatnya tiba, jika pertanyaan itu keluar langsung dari mulut mungil mereka, apa iya kita tidak menjawab. Bukankah jika anak sudah bertanya maka sejatinya ia siapa belajar dan berpikir.
Seperti hari itu, suara merdu Opick mengusik keasyikan Nailah bermain boneka dinosaurus warna pink kesayangannya.
"Bila waktu t'lah berhenti
Teman sejati hanyalah amal"
Saya mendapati tatapan mata Nailah penuh tanya, "Amal itu apa, Ma?"
Saya tak punya pilihan lain selain harus menjawab bukan?
"Amal itu semua perbuatan baik kita kepada orang lain atau mahluk lain."
"Nanti di kuburan teman kita cuma amal, Ma?"
Nah, ini juga suka membuat saya takjub. Entah bagaimana dia mengubungkan "jika waktu t'lah berhenti" itu dengan "berada dalam kuburan".
Saya mengangguk membenarkan. Barangkali ia mendapatkan cerita kuburan itu dari sekolahnya atau dari kawan-kawan bermainnya.
"Amal itu kayak apa, Ma?"
Maka inilah saatnya memanas-manasinya dengan berbuat baik. Mengungkit semua perbuatannya yang lalu yang masih perlu diperbaiki.
"Amal yang jadi teman sejati itu misalnya Nailah sayang sama Adek, ngomongnya lembut ngga bentak-bentak, kalau Adek minta apa Nailah kasih, kalau Adek jatuh Nailah bantuin bangun. Atau kalau Mama minta tolong Nailah jagain Adek sewaktu Mama masak atau mandi, itu juga amal. Nailah langsung menjawab kalau dipanggil Mama. Nailah ngga usir Papa kalau Papa ketiduran di kasur Nailah, kan Papa capek kerja seharian, mungkin Papa kangen sama Nailah makanya tidur di kasur Nailah, lagipula ngga tiap hari kan Papa tidur di situ."
Nailah mengangguk-angguk, "Kalau Nailah kasih uang sama orang yang ngambil-ngambil sampah itu amal juga?"
Aku ingat sering menyuruhnya sedekah pada pemulung yang kami jumpai di sepanjang perjalanan ke sekolahnya.
Aku membenarkan.
Sesingkat itu percakapan kami, tapi akan terus aku ungkit jika hendak menegurnya, jadi tak perlu marah-marah.
Nailah cemberut karena Adeknya ngga nurut padanya. Aku tinggal bilang, "Senyum itu amal lho, Kak! Mungkin Adek ngga ngerti Kakak ngomong apa, kan Adek masih bayi, belum anak-anak."
Nailah malas mengaji, membaca Iqro. Aku tinggal bilang, "Membaca Al-Qur'an itu amal lho, Kak! Teman sejati di kuburan. Allah suka kalau kita baca Al-Qur'an. Supaya bisa baca Al-Qur'an, kita harus latihan dulu dengan membaca Iqro ini!"
Nailah diam saja ketika kakak kelas TK B menyapanya di jalan, ia malah melengos. Aku tinggal bilang, "Nailah, menjawab salam itu adalah amal yang bakal nemenin Nailah di kuburan. Jadi kalau bertemu teman, Nailah harus menyapa. Hai Kak Devi! Yang keras suaranya, gitu...."
Kalau sudah begitu, tinggal konsistensi kita saja menekankan mana hal baik mana yang bukan, mana yang bisa jadi amal baik mana yang bukan. Di setiap peristiwa, di setiap detiknya, kapan saja kita menemukan momen yang tepat.
Tapi hari ini dia membuat saya terkekeh, entah serius atau tidak pertanyaannya, "Ma, temen sejati kita itu, amal, pakai baju warna apa?"
"...?"
Gubrak!

semangat pendidikan berkarakter untuk anak2 kita.,.. thanks postingannya... :)
BalasHapus