Seorang
Ibu menangis. Ia merasa gamang menyaksikan para pemimpin negerinya
berlarut-larut dalam korupsi, dari level bawah hingga level atas, terkesan
berlomba-lomba. Padahal Allah menyuruh berlomba-lomba itu hanya dalam kebaikan
saja. “Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat
kebaikan. Di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 2:148).
Sang Ibu mengkhawatirkan anak-anaknya. Kelak saat
mereka dewasa dan generasi mereka mengambil alih estafet kepemimpinan itu,
apakah suasana berlomba-lomba dalam korupsi seperti itu yang akan diestafetkan?
Sementara ia tidak melihat ada gerakan perubahan yang terstruktur dari pemimpin
saat ini maupun dari calon-calon pemimpin penggantinya, untuk mendidik generasi
penerus mereka agar berkarakter jujur dan tidak suka mengkhianati amanah. "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui." (QS
8:27). 
Air
mata sang Ibu menitik. Ia dan keluarganya hanyalah rakyat jelata yang tak punya
pengaruh apa-apa. Tapi ia tahu kelak, di hadapan Allah, ia pun akan ditanya
tentang apa yang sudah ia lakukan atas kemungkaran korupsi yang terjadi di
hadapannya, di negerinya. Ia merasa punya tanggung jawab untuk turut
“memerangi” korupsi dalam kapasitas apapun yang ia miliki saat ini, karena “Allah tidak mengubah
kondisi suatu kaum (negeri) sampai mereka mengubahnya sendiri” (QS 13:11). 
Maka
ia pun memutuskan untuk mulai “memerangi” korupsi dari apa yang ada dalam kekuasannya. Pertama-tama adalah dirinya,
lalu suaminya. Jika seorang suami terus-terusan korupsi, ia yakin di
belakangnya ada dukungan istri. Sebaliknya, jika seorang istri korupsi, maka
pasti atas “persetujuan” suaminya. Lahan berikutnya adalah anak-anaknya. Tak
bosan ia tuturkan pada anak-anaknya kisah teladan pemimpin jujur sepanjang
masa, juga ia bacakan ayat-ayat Allah, satu hari satu ayat, terus konsisten. Ia
usahakan segala cara yang terbetik di benaknya, lalu beristiqomah dan tawakal. “kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (QS 3:159)
Ia tak memikirkan hasilnya, karena itu adalah ranah
Allah. Ia hanya berusaha sebaik-baiknya agar usahanya menjadi amal terbaiknya. “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,” (QS 3:195). “untuk menguji kamu,
siapa yang lebih baik amalnya” (QS 67:2)
Dalam
doanya ia berharap, agar setiap orang di luar sana, apapun kedudukannya. Mulai
dari pegawai biasa hingga pucuk pimpinan, apalagi pimpinan tertinggi negeri
ini, tiap-tiap mereka bertekad “memerangi” korupsi, mulai dari apa yang ada
dalam kekuasaan mereka saat ini. Semakin tinggi kedudukan, akan semakin luas
kekuasaan, pasti semakin baik amalnya, jika saja ia membulatkan tekad : tidak
boleh lagi ada korupsi selama saya masih duduk di sini.
(ilustrasi : dari wordpress )

Komentar
Posting Komentar