Saking hebohnya pemberitaan mengenai bakteri Enterobacter Sakazakii akhir-akhir ini kaitannya dengan produk susu formula - meskipun anak-anak saya tidak mengkonsumsinya, saya tergelitik juga untuk tahu lebih banyak siapa dan bagaimana sih dia?.
E. Sakazakii pertama kali dilaporkan dengan nama yellow-pigmented cloacae oleh Pangalos (1929) dan masuk dalam spesies Enterobacter cloacae. Kasus pertama akibat bakteri ini terjadi di tahun 1958 yang mengakibatkan meningitis (selaput radang otak) pada bayi baru lahir. Ada sekitar 78 kasus serupa yang dilaporkan terjadi sepanjang tahun itu. Pada tahun 1980, bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis baru berdasarkan perbedaan analisa hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap antibiotika. Disebutkan bahwa E. sakazakii memiliki ciri 2 spesies yang berbeda genus yaitu Enterobacter dan Citrobacter (Nazarowec-White dan farber, 1997; Gurtler,2005). Antara tahun 1990-1991, Kanada melaporkan ada 2 kasus meningitis pada bayi akibat bakteri ini. Sejak tahun 2005 E. Sakazakii masuk dalam daftar patogen dunia yang perlu perhatian khusus dan banyak diulas oleh para peneliti dari seluruh dunia (Skovgaard, 2007), karena menyebabkan tingkat kematian yang tinggi (40-80%) pada bayi yang baru lahir (0-6 bulan), bayi prematur dan bayi dengan daya imun bermasalah (Iversen dan Forsythe, 2003).
Meskipun infeksi karena bakteri ini sangat jarang, namun E. Sakazakii menjadi berbahaya karena kemampuannya menyebabkan neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi baru lahir), sepsis (infeksi berat dalam darah), necrotizing enterocolitis atau NEC (infeksi atau radang saluran cerna) dan hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan). Pada beberapa kasus dilaporkan juga terjadi infeksi saluran kencing. Infeksi selaput otak yang disebabkan karena E. sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan pembentukan kista, gangguan syaraf berat dan gejala sisa gangguan perkembangan. Meskipun jarang namun silaporkan bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Dalam beberapa berita dilaporkan 20% - >50% yang terkena penyakit tersebut meninggal. Sedangkan yang dapat bertahan dari penyakit tersebut pada akhirnya mengalami komplikasi gangguan syaraf.
Bakteri E. Sakazakii, sebagaimana genus Enterobacter lainnya, adalah bakteri yang berkoloni dalam saluran pencernaan manusia dewasa (Iversen, Druggen, dan Forsythe, 2004). Selain ditemukan dalam susu formula, spesies Enterobacter juga ditemukan dalam keju, daging, sayuran, biji-bijian dan bumbu-bumbuan (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008; Fridemann, 2007). Beberapa penelitian lain juga menyatakan bakteri ini dapat diisolasi dari lingkungan rumah sakit dan processing plant (proses produksi dalam pabrik). Namun hampir seluruh kasus yang dilaporkan berkaitan dengan susu formula.
Kontaminasi satu koloni E. Sakazakii dapat berkembang mencapai jumlah signifikan (1 juta sel/gram produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu 18-37°C. Artinya cukup 1 sel hidup bakteri ini mengkontaminasi susu formula dalam proses produksi, maka dalam waktu 5 hari saja, produk tersebut menjadi sangat berbahaya bagi bayi. Padahal beberapa peneliti ada yang menemukan bahwa dalam jumlah sangat sedikit pun, <3 cfu (colony forming unit)/100 gram, E. Sakazakii sudah dapat menyebabkan infeksi pada bayi.
Infeksi E. Sakazakii sebenarnya dapat menyerang segala usia, tapi yang paling rentan adalah bayi berusia di bawah 1 tahun, terutama di 28 hari pertama bayi, bayi prematur dan bayi dengan daya tahan tubuh bermasalah, seperti bayi dari ibu penderita HIV. Namun, Iceland pernah juga melaporkan bayi lahir sehat dan cukup umur terinfeksi bakteri ini dan mengalami kerusakan syaraf permanen. Pencernaan bayi baru lahir, terutama bayi prematur, cenderung bersifat lebih asam dibandingkan dengan pencernaan orang dewasa. Diduga hal inilah yang membuat bakteri E. Sakazakii bertahan dan berkembang biak lebih baik pada pencernaan bayi. Hingga saat ini belum ditemukan bukti terjadinya transmisi bakteri dari bayi ke bayi atau dari lingkungan. Jadi pemicu utamanya masih berasal dari asupan yang diberikan pada bayi.
Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini banyak menunjukan hubungan antara pemberian susu bubuk formula pada bayi dengan kasus infeksi bakteri E. Sakazakii. Susu formula menjadi medium kontaminasi dominan karena pada umumnya produk ini dikenal sebagai produk aman yang dapat langsung dikonsumsi bayi tanpa pemrosesan lebih lanjut (Kandhal et al, 2004). Penelitian di Kanada menyatakan bahwa susu bubuk formula yang berbahan dasar kedelai juga tetap beresiko terkontaminasi E. Sakazakii jika kebersihan pada proses maupun ruangan produksi tidak memadai.
Ada 3 kemungkinan asal kontaminasi bakteri E. Sakazakii pada susu formula bayi:
1. Kontaminasi dari bahan baku susu, sejak pemerahan (milking), penyimpanan, hingga proses pra-produksi.
2. Kontaminasi susu formula atau kandungan lain yang ditambahkan di dalamnya, setelah proses pasteurisasi, selama proses produksi dalam pabrik.
3. Kontaminasi susu formula pada saat persiapan untuk pemberian susu pada bayi.
Sebagai informasi tambahan, bakteri ini berkembang optimal pada kisaran suhu 30-40°C. Dan di rumah tangga, susu bayi umumnya disiapkan dengan proses yang minim pemanasan, hanya dicampur air hangat panas-panas kuku (suhu<70C) yang tidak cukup tinggi untuk mematikan bakteri tersebut. Membiarkan susu formula yang sudah diseduh pada suhu ruang maupun warmer dalam waktu lama akan meningkatkan resiko infeksi E. Sakazakii pada bayi. Penyimpanan pada suhu dingin adalah tak lazim pada produk susu bubuk. Penggunaan Sanitizer juga tidak dimungkinkan. Padahal, pertumbuhan E. Sakazakii dilaporkan dapat direduksi dengan penggunaan sanitizer pada produk buah-buahan, apalagi diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin (Kim, Ryu, dan Buechat, 2006).
Gejala terinfeksi pada bayi atau anak antara lain diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang.
Hingga kini, penelitian atas bakteri ini masih terus dilakukan kaitannya dengan bagaimana tepatnya bakteri E. Sakazakii mengkontaminasi produk susu formula. Pada penelitian terakhir didapatkan kemampuan 12 jenis strain E. sakazakii untuk bertahan hidup pada suhi 58°C dalam proses pemanasan rehidrasi susu formula.
E. Sakazakii pertama kali dilaporkan dengan nama yellow-pigmented cloacae oleh Pangalos (1929) dan masuk dalam spesies Enterobacter cloacae. Kasus pertama akibat bakteri ini terjadi di tahun 1958 yang mengakibatkan meningitis (selaput radang otak) pada bayi baru lahir. Ada sekitar 78 kasus serupa yang dilaporkan terjadi sepanjang tahun itu. Pada tahun 1980, bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis baru berdasarkan perbedaan analisa hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap antibiotika. Disebutkan bahwa E. sakazakii memiliki ciri 2 spesies yang berbeda genus yaitu Enterobacter dan Citrobacter (Nazarowec-White dan farber, 1997; Gurtler,2005). Antara tahun 1990-1991, Kanada melaporkan ada 2 kasus meningitis pada bayi akibat bakteri ini. Sejak tahun 2005 E. Sakazakii masuk dalam daftar patogen dunia yang perlu perhatian khusus dan banyak diulas oleh para peneliti dari seluruh dunia (Skovgaard, 2007), karena menyebabkan tingkat kematian yang tinggi (40-80%) pada bayi yang baru lahir (0-6 bulan), bayi prematur dan bayi dengan daya imun bermasalah (Iversen dan Forsythe, 2003).
Meskipun infeksi karena bakteri ini sangat jarang, namun E. Sakazakii menjadi berbahaya karena kemampuannya menyebabkan neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi baru lahir), sepsis (infeksi berat dalam darah), necrotizing enterocolitis atau NEC (infeksi atau radang saluran cerna) dan hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan). Pada beberapa kasus dilaporkan juga terjadi infeksi saluran kencing. Infeksi selaput otak yang disebabkan karena E. sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan pembentukan kista, gangguan syaraf berat dan gejala sisa gangguan perkembangan. Meskipun jarang namun silaporkan bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Dalam beberapa berita dilaporkan 20% - >50% yang terkena penyakit tersebut meninggal. Sedangkan yang dapat bertahan dari penyakit tersebut pada akhirnya mengalami komplikasi gangguan syaraf.
Bakteri E. Sakazakii, sebagaimana genus Enterobacter lainnya, adalah bakteri yang berkoloni dalam saluran pencernaan manusia dewasa (Iversen, Druggen, dan Forsythe, 2004). Selain ditemukan dalam susu formula, spesies Enterobacter juga ditemukan dalam keju, daging, sayuran, biji-bijian dan bumbu-bumbuan (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008; Fridemann, 2007). Beberapa penelitian lain juga menyatakan bakteri ini dapat diisolasi dari lingkungan rumah sakit dan processing plant (proses produksi dalam pabrik). Namun hampir seluruh kasus yang dilaporkan berkaitan dengan susu formula.
Kontaminasi satu koloni E. Sakazakii dapat berkembang mencapai jumlah signifikan (1 juta sel/gram produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu 18-37°C. Artinya cukup 1 sel hidup bakteri ini mengkontaminasi susu formula dalam proses produksi, maka dalam waktu 5 hari saja, produk tersebut menjadi sangat berbahaya bagi bayi. Padahal beberapa peneliti ada yang menemukan bahwa dalam jumlah sangat sedikit pun, <3 cfu (colony forming unit)/100 gram, E. Sakazakii sudah dapat menyebabkan infeksi pada bayi.
Infeksi E. Sakazakii sebenarnya dapat menyerang segala usia, tapi yang paling rentan adalah bayi berusia di bawah 1 tahun, terutama di 28 hari pertama bayi, bayi prematur dan bayi dengan daya tahan tubuh bermasalah, seperti bayi dari ibu penderita HIV. Namun, Iceland pernah juga melaporkan bayi lahir sehat dan cukup umur terinfeksi bakteri ini dan mengalami kerusakan syaraf permanen. Pencernaan bayi baru lahir, terutama bayi prematur, cenderung bersifat lebih asam dibandingkan dengan pencernaan orang dewasa. Diduga hal inilah yang membuat bakteri E. Sakazakii bertahan dan berkembang biak lebih baik pada pencernaan bayi. Hingga saat ini belum ditemukan bukti terjadinya transmisi bakteri dari bayi ke bayi atau dari lingkungan. Jadi pemicu utamanya masih berasal dari asupan yang diberikan pada bayi.
Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini banyak menunjukan hubungan antara pemberian susu bubuk formula pada bayi dengan kasus infeksi bakteri E. Sakazakii. Susu formula menjadi medium kontaminasi dominan karena pada umumnya produk ini dikenal sebagai produk aman yang dapat langsung dikonsumsi bayi tanpa pemrosesan lebih lanjut (Kandhal et al, 2004). Penelitian di Kanada menyatakan bahwa susu bubuk formula yang berbahan dasar kedelai juga tetap beresiko terkontaminasi E. Sakazakii jika kebersihan pada proses maupun ruangan produksi tidak memadai.
Ada 3 kemungkinan asal kontaminasi bakteri E. Sakazakii pada susu formula bayi:
1. Kontaminasi dari bahan baku susu, sejak pemerahan (milking), penyimpanan, hingga proses pra-produksi.
2. Kontaminasi susu formula atau kandungan lain yang ditambahkan di dalamnya, setelah proses pasteurisasi, selama proses produksi dalam pabrik.
3. Kontaminasi susu formula pada saat persiapan untuk pemberian susu pada bayi.
Sebagai informasi tambahan, bakteri ini berkembang optimal pada kisaran suhu 30-40°C. Dan di rumah tangga, susu bayi umumnya disiapkan dengan proses yang minim pemanasan, hanya dicampur air hangat panas-panas kuku (suhu<70C) yang tidak cukup tinggi untuk mematikan bakteri tersebut. Membiarkan susu formula yang sudah diseduh pada suhu ruang maupun warmer dalam waktu lama akan meningkatkan resiko infeksi E. Sakazakii pada bayi. Penyimpanan pada suhu dingin adalah tak lazim pada produk susu bubuk. Penggunaan Sanitizer juga tidak dimungkinkan. Padahal, pertumbuhan E. Sakazakii dilaporkan dapat direduksi dengan penggunaan sanitizer pada produk buah-buahan, apalagi diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin (Kim, Ryu, dan Buechat, 2006).
Gejala terinfeksi pada bayi atau anak antara lain diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang.
Hingga kini, penelitian atas bakteri ini masih terus dilakukan kaitannya dengan bagaimana tepatnya bakteri E. Sakazakii mengkontaminasi produk susu formula. Pada penelitian terakhir didapatkan kemampuan 12 jenis strain E. sakazakii untuk bertahan hidup pada suhi 58°C dalam proses pemanasan rehidrasi susu formula.
Referensi:

Komentar
Posting Komentar