Resensi
Judul Buku : Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan
Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Bentang
Harga : Rp 79,000.00
Ketika saya merasa kehausan “kata-kata” untuk menulis, biasanya saya akan membeli sebuah buku dan berharap mendapatkan pencerahan dari tulisan-tulisan para penulis yang sudah lebih dulu sukses menerbitkan buku. Maka berputar-putarlah saya di antara tumpukan novel-novel di rak toko buku yang tersenyum berlomba-lomba menarik minat dan hati saya. Buku setebal 543 halaman lebih berjudul “Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan”, tulisan Tasaro GK, terbitan Bentang Pustaka pun hari itu menjadi pilihan saya. Waktu itu saya belum tahu keterkenalan Mas Tasaro GK. Namun sejak halaman pertama membaca buku itu, saya langsung jatuh cinta pada pilihan kata-katanya yang santun.
Judul Buku : Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan
Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Bentang
Harga : Rp 79,000.00
Ketika saya merasa kehausan “kata-kata” untuk menulis, biasanya saya akan membeli sebuah buku dan berharap mendapatkan pencerahan dari tulisan-tulisan para penulis yang sudah lebih dulu sukses menerbitkan buku. Maka berputar-putarlah saya di antara tumpukan novel-novel di rak toko buku yang tersenyum berlomba-lomba menarik minat dan hati saya. Buku setebal 543 halaman lebih berjudul “Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan”, tulisan Tasaro GK, terbitan Bentang Pustaka pun hari itu menjadi pilihan saya. Waktu itu saya belum tahu keterkenalan Mas Tasaro GK. Namun sejak halaman pertama membaca buku itu, saya langsung jatuh cinta pada pilihan kata-katanya yang santun.
Buku ini terdiri dari dua cerita. Cerita pertama sudah tentu kisah Nabi Muhammad yang terkenal itu, yang sudah saya hafal sejak masih di sekolah. Namun dalam buku ini Mas Tasaro GK menuliskannya kembali dengan santun, membawa saya seakan-akan berada di sana, di samping Rasulullah Muhammad, menatapi kelembutan sifat dan budi bahasa beliau serta larut dalam perjuangannya. Hati saya bergetar terpanah cinta Sang Nabi, bibir saya tersenyum menyimak kesetiaan para sahabat utama, kemarahan saya memuncak akibat tingkah laku para penentangnya, dan mata saya mendanau turut merasakan penderitaannya. Bahasa santun Mas Tasaro benar-benar memerangkap saya dalam cinta kepada Rasulullah yang tak pernah saya rasakan sebelumnya lewat Sirah Nabawiyah di buku-buku sekolah dulu. Bacalah buku itu, dan rasakanlah dentuman cinta itu.
Sudut pandang yang digunakan amat tepat, coba simak : “Wahai Penghulu Para Nabi, tahukah engkau, sebagian pasukan Quraisy yang datang dari Makkah merasa telah menyelesaikan masalah terhebat dalam hidup mereka? Masalah itu : dirimu. Sejak engkau dengan kata-katamu yang tidak pernah berdusta memproklamasikan kenabianmu dan menawarkan cara hidup yang baru, engkau menjadi target utama konspirasi orang-orang Quraisy”.
Layaknya novel, dialog-dialog haruslah ada. Dan dialog dari Sang Nabi, adalah dialog-dialog yang sudah sangat populer dalam banyak hadist dan sirah nabawiyah. Kisah Sang Nabi dalam buku pertama ini mencakup kisah saat beliau terusir dari Makkah, kisah dramatis kekalahan kaum muslimin di perang Uhud, kisah kalung “Aisyah, perjanjian Hudaibiyah, perang parit ide Salman dari Persia, hingga kisah haji yang tertunda setahun sebelum pembebasan Makkah, lalu diakhiri dengan runtuhnya berhala saat Makkah berhasil diambil alih tanpa perlawanan. Semua diceritakan kembali dengan bahasa yang apik.
Saking kuatnya dentuman cinta itu mengagetkan saya, sampai-sampai saya selalu meloncati bab-bab bagian kedua buku ini. Penyusunan bab-babnya memang dibuat berselang-seling antara kedua bagian tersebut. Bagian kedua buku ini menceritakan tentang Kashva, pemuda pintar Persia yang sangat tertarik mempelajari ramalan-ramalan akan munculnya nabi baru dalam manuskript-manuskript di Kuil Gunung Sistan. Ramalan yang seingat saya saat sekolah dulu hanya dikabarkan oleh pendeta Bahirah. Disinilah Mas Tasaro berusaha mengaitkan Kashva dengan Sang Nabi, menggunakan setting waktu yang sama. Ketertarikan Kashva dalam menafsirkan ramalan-ramalan akan kedatangan nabi baru, diselipi dengan kisah cintanya dengan Astu, kawan belajarnya di kuil. Ketika raja Persia saat itu, Khosrou, tersinggung karena Kashva memberitahukan ramalan kemunculan nabi baru di bangsal Apadana, lalu menyuruh pasukan membunuhnya, pemuda itu melarikan diri sampai ke  India, Barus hingga Tibet. Kisah pelarian Kashva mencari sosok nabi baru yang dijanjikan inilah yang menjadi bumbu lain buku ini, masih – tentu saja – diceritakan oleh Mas Tasaro dengan bahasa yang apik, santun dan bernas. 
Secara pribadi, saya merasa kisah Sang Nabi kurang proposinya dalam buku ini. Seolah yang menjadi fokus justru kisah Kashva, sementara judulnya kan novel biografi Muhammad. Jadi maunya saya ya banyakin kisah Nabi Muhammadnya. Tapi mungkin  ini hanya imbas dentuman cinta tadi. Tapi sebagai pembaca, saya merasa keseluruhan buku ini sangat menarik. Sangat cocok untuk orang yang baru belajar menulis seperti saya. Bahasanya oke banget. Two tumbs up!

Komentar
Posting Komentar