Oleh : Pida Siswanti
Dimuat pada tanggal 6 Maret 2015 dalam website http://www.ummi-online.com
Jika kita ditanya, apa momen paling romantis kita bersama pasangan kita?
Kita pasti akan mampu menjawabnya secepat kilat. Tapi jika kita ditanya, apa
momen paling romantis kita bersama anak kita yang belum lagi dewasa tapi juga
sudah bukan lagi balita? Apakah kita akan mampu menjawabnya dengan kecepatan
yang sama? Mungkin kita akan menjawab: saat mendaftarkannya sekolah, saat
mengambil rapotnya, saat hadir di hari performance-nya, atau saat bermain
bersamanya. Dari semua momen itu, mana momen yang tanpa terbebani kewajiban kita
sebagai orang tua sekaligus momen yang romantismenya terhubung tak hanya di
dunia melainkan juga di akhirat?
Berikut ini adalah 3 momen paling romantis yang bisa mulai kita ciptakan
bersama anak-anak kita, agar ikatan batin kita dengan mereka menjadi semakin
kuat. Ikatan batin itu Insya Allah akan terus membekas dalam hati mereka,
meskipun kita tak ada lagi di sisinya kelak.
- Sholat berjamaah di masjid.
Mengajak
anak-anak kita selalu sholat berjamaah di masjid adalah wujud nyata kita
menanamkan dalam jiwanya bahwa sholat adalah tiang agama. Dalam sebuah
bangunan, tiang adalah struktur utama yang bersifat permanen dan tak bisa
diubah atau digeser. Menggeser tiang berarti meruntuhkan dan merombak total
bangunan tersebut. Kegiatan apapun boleh kita lakukan di waktu antara
waktu-waktu sholat. Begitu azan berkumandang, hentikan kegiatan dan ajak anak
kita ke masjid untuk sholat berjamaah. Kita sedang membimbing anak-anak kita memperlakukan
sholat benar-benar sebagai tiang (agama).
Aduh,
tanggung? Sedikit lagi selesai? Sebentar lagi, ah? Bisikan-bisikan ini akan
selalu ada, inilah bisikan syetan yang berusaha membuat kita lalai. Kita harus
mampu mengenalinya. Syetan hanya membisikan, kitalah yang membuat keputusan dan
anak-anak sedang melihat kita. Jika kita memutuskan untuk langsung berangkat ke
masjid dan mengabaikan bisikan itu, anak kita belajar bahwa sholat benar-benar
tiang (agama). Jika kita memutuskan menuruti bisikan syetan, anak kita pun
belajar bahwa sholat boleh dinomorduakan. Dan anak-anak adalah peniru ulung. 
Sholat
berjamaah di masjid mengajarkan anak-anak kita untuk selalu menomorsatukan
Allah, Robb mereka. Ikatlah hati anak-anak kita dengan sholat dan masjid. Insya
Allah, Allah akan memberikan barokah di waktu-waktu di antara waktu sholat,
untuk dia menyelesaikan semua kegiatannya dengan baik.
Sholat
subuh adalah waktu paling romantis. Ayah masih ada di rumah. Membangunkan anak
sebelum subuh dan membiasakannya mandi adalah kebiasaan romantis yang tak semua
ayah mampu melakukannya. Padahal mandi pagi sebelum sholat subuh adalah wujud
nyata dorongan seorang ayah agar anaknya kuat melawan kemalasan dirinya. Untuk
awal-awal, Ibu bisa menyediakan air hangat untuk mandi si anak. Bersama-sama satu
keluarga menembus dingin dan gelapnya waktu subuh untuk pergi ke masjid adalah
momen paling romantis. Perjalanan romantis memenuhi undangan Robb-nya.
Waktu
dhuhur, anak biasanya masih di sekolah. Maka tugas orang tua adalah mencarikan
sekolah yang selalu mengajak murid-muridnya sholat dhuhur berjamaah di masjid
sekolah. Waktu ashar (dan mungkin maghrib), ayah biasanya belum pulang. Ibu pun
sebaiknya jangan mau melewatkan momen romantis, walaupun dengan dalih wanita boleh
sholat di rumah saja. Pertimbangkanlah bahwa kita sedang membangun pemahaman
anak bahwa sholat adalah tiang agama. Hentikan kegiatan, antar dan temani
anak-anak kita sholat di masjid. Waktu Isya, biasanya ayah sudah pulang. Maka
ulangilah romantisme subuh. Jika anak-anak kita masih memerlukan waktu lama
dalam berwudhu dan mempersiapkan diri, sebaiknya 10 menit sebelum azan kita
sudah mengentikan kegiatan.
Tunggulah
sampai suatu hari anak-anak kita yang akan balik mengajak dan mengingatkan kita
untuk sholat, itulah momen paling mengharukan, melihat anak-anak kita menjadi
penyeru kebenaran dan kebaikan kepada kita. Jika kita dan anak-anak kita telah
beristiqomah memperlakukan sholat sepantasnya sebuah tiang (agama), barulah
kita pantas berharap sebuah reuni di surga, “Dan orang-orang yang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan
(pertemukan) anak cucu mereka  dengan
mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya (sewaktu di dunia)”- QS Ath-Thuur
(52) ayat 2.
Ini
adalah doa yang diajarkan Nabi Ibrahim a.s. agar kita dan anak keturunan kita
istqomah dalam mendirikan sholat: “Rabbiij'alnii
muqiimash-shalaati wamin dzurrii-yatii rabbanaa wataqabbal du'aa, Ya
Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, Ya Rabb-kami, perkenankan do'aku.” – (QS
Ibrahim (14) ayat 40)
- Berinteraksi dengan Al-Qur’an bersama-sama
Memiliki
waktu khusus dengan anak-anak kita untuk membaca Al-Qur’an setiap hari adalah
cara paling romantis memberitahu mereka betapa pentingnya Al-Qur’an dalam
kehidupan seorang muslim. Waktu khusus itu misalnya selama 30 menit setelah
sholat subuh atau waktu antara sholat maghrib dan isya, dan lebih baik jika
dilakukan di masjid seusai sholat berjamaah. Gunakan waktu ini untuk menghafal
surat bersama-sama, tilawah bersama, dan mempelajari arti ayatnya kata per kata
bersama-sama. Meskipun kita sebagai orang tua sudah disibukkan dengan berbagai
urusan, bukan halangan untuk menghafal Al-Quran bagi mereka yang berkemauan.
Tak punya waktu mempelajari metode menghafal ini atau metode itu, kita masih
punya waktu romantis bersama anak untuk dimanfaatkan.
Ikutlah
menghafal Al-Qur’an bersama anak-anak kita. Perlihatkan kepada mereka bahwa
Al-Qur’an amat penting bagi kita, sehingga kita yang sudah dewasapun mau
bersusah payah menghafalkannya. Tak masalah mulai dari surat paling ujung,
An-Naas. Semua huruf bernilai. Jika juz 30 telah khatam, langsung masuk juz 29,
28, dan seterusnya. Untuk memelihara hafalan, lakukan muroja’ah di mana pun ada
kesempatan. Selama dalam perjalanan ke masjid, perjalanan berangkat sekolah,
waktu-waktu menunggu, atau sebelum tidur malam. Tak perlu membawa mushaf untuk
muroja’ah, karena ayat-ayat itu sudah ada dalam diri kita dan anak-anak kita.
Jika salah atau lupa bisa saling megkoreksi. Romantis sekali, bukan?
Seorang
hafidz 30 juz, dulu pun harus mulai menghafal dari ayat pertama. Tak ada
kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an, karena janji Allah mengatakan sebaliknya,
“"Dan sesungguhnya, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran." – (QS
Al-Qomar (54) ayat 22). Lihat tantangan Allah dalam ayat tersebut,
apakah kita termasuk orang yang ingin mengambil pelajaran dari Al-Qur’an? Momen
manalagi yang lebih romantis bersama anak selain momen saat bersama-sama
membuktikan kebenaran firman Allah? 
Mulai
alokasikan waktu dan rasakan sensasi romantisnya. Nanti kita otomatis ingin
belajar lebih dalam lagi dan lebih dalam lagi. Sekarang mungkin baru menghafal,
lalu tilawah dengan nada merdu, lalu membedah kata per kata, lama-lama lalu
ingin belajar bahasa arab,  lalu membuka
satu tafsir, dua tafsir, tiga, empat dan seterusnya. Allah akan bukakan
mukjizat Al-Qur’an dalam susunan kata-katanya secara gramatikal. Dan kita akan
merasakan sensasi romantisme yang luar biasa! Tularkan sensasi itu kepada anak
kita dengan mengajaknya bersama-sama berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Setelah
kita sebagai orang tua beristiqomah, barulah pantas rasanya kita berharap
mendapatkan mahkota di hari akhir sebagaimana bunyi hadits berikut “Dari Mu’adz
al Juharni r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa membaca al
Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orang tuanya
akan dipakaikan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya lebih terang daripada
cahaya matahari seandainya berada dirumah-rumah kalian di dunia ini. Maka
bagaimana menurut perkiraan kalian mengenai orang yang mengamalkannya?” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud)
Ikatlah
hati anak-anak kita dengan Al-Qur’an dengan cara yang romantis. Perlihatkan
kepada mereka betapa pentingnya Al-Qur’an bagi kita, Insya Allah mereka pun
akan memperlakukan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang penting dalam hidupnya. 
- Berucap : Aku mencintaimu karena Allah
Seberapa
sering kita sebagai orang tua menyatakan rasa sayang dan cinta kita kepada
anak-anak kita? Hm, waktu balita mungkin sering, karena anak-anak sedang
lucu-lucunya. Tapi menginjak usia sekolah, di mana anak-anak seringkali
terlihat ‘lebih tidak menurut’ dan tak lagi menggemaskan seperti dulu,
ungkapan-ungkapan sayang dan cinta biasanya semakin berkurang. 
Mengungkapkan
cinta memang sulit bagi beberapa orang, apalagi yang merasa kurang romantis.
Mulut kaku dan lidah kelu walaupun sejatinya hati mengharu biru. Tapi masa iya
kepada anak-anak kita sendiripun kita tidak ingin mengubahnya? Mereka tak akan
mentertawakan kita, tenang saja.
Bahkan
Rasulullah sendiri menganjurkan para sahabat untuk mengungkapkan cinta, seperti
dalam hadits berikut: “Dari sahabat Anas bin Malik: Bahwasanya ada
seorang sahabat yang sedang berada di sisi Rasulullah SAW, kemudian seseorang
lewat di hadapan mereka. Lantas sahabat ini mengatakan: “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini”. Maka Rasulullah SAW pun berkata
kepadanya: “Apakah engkau telah
memberitahukan rasa cintamu kepadanya?” Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Jika demikian, pergilah
dan beritahukan kepadanya”. Maka
ia langsung menemui orang itu dan mengatakan “Inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu
karena Allah), lalu orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu”
(Semoga Allah mencintaimu, yang telah menjadikanmu mencintaiku karena-Nya). (HR. Abu Dawud).
Tak ada lagi alasan untuk menunda
mengungkapkan cinta pada anak-anak kita. Bahkan ungkapan itu bisa berbuah
pahala jika penyebabnya adalah Allah. Kepada anak laki-laki kita, kita katakan
: Inni uhibbuka fillah. Kepada anak perempuan kita,
kita katakan : Inni uhibbuki fillah. Dan
kita ajarkan mereka cara menjawabnya : Ahabbakalladzi ahbabtani lahu. Romantis sekali, bukan?
Tunggulah sampai anak kita tiba-tiba yang berkata duluan: Ayah, Inni
uhibbuka fillah atau  Bunda,
Inni uhibbuki fillah. Kalau belum hafal arabic-nya, bisa mulai dari terjemahan bahasa Indonesianya. Dijamin, perasaan kita sebagai
orang tua langsung meleleh…
Komentar
Posting Komentar