Langsung ke konten utama

Untuk Moms, Berbagi Pengalaman Menyapih si Kecil

Meski untuk anak kedua, Farraas, menyapih tetap saja menjadi pengalaman unik yang mendebarkan. Kali ini aku memilih metode menyapih yang banyak di sarankan para pakar baru-baru ini yaitu menyapih dengan cinta.

Setiap kali suami menyarankan untuk mulai menyapih sejak Farraas berusia setahun, aku selalu berkata akan menyapihnya setelah Farraas bisa diajak berkomunikasi dan mulai mengerti perkataanku. Suami sempat tidak percaya karena menurutnya anak kecil belum mengerti. Tapi sudah banyak ibu-ibu yang berhasil, mengapa aku tidak. Maka mulailah mencari tulisan atau artikel tentang metode menyapih dengan cinta ini untuk menyelami pengalaman-pengalaman mereka. Namun aku menyadari tiap pasangan ibu-anak selalu mempunyai jalannya sendiri, jalan yang mereka sepakati dengan hati.

Farraas usia setahun.
Aku mulai memperkenalkan pada Farraas bahwa ada susu selain susu mamanya. Aku memilih susu cair UHT ukuran kotak kecil 125 ml dan menamainya susu kotak. Kadang-kadang kusebut juga susu sapi.

“Mmooooo…” Begitu Farraas menyebut susu barunya itu. Sambil tangan mungilnya menunjuk gambar sapi berbelang hitam putih di kemasan kotaknya.

Karena Farraas belum bisa menyedot dengan sedotan limun, aku menuangkannya di gelas plastiknya. Awalnya Farraas tampak tak terlalu berselera tiap kali disodori susu ini. Mungkin rasanya masih terlalu aneh di lidahnya yang terbiasa dengan ASI. Namun karena aku sengaja tidak memberinya pilihan lain selain susu itu untuk dimasukan dalam gelasnya, sedikit-sedikit ia pun mulai membiasakan diri. Sangat menakjubkan bagaimana cepatnya ia beradaptasi. Luar Biasa!.

Seiring dengan mengenalkan rasa susu baru itu, aku juga mulai mengenalkannya cara minum dengan sedotan. Ketika susu kotaknya pertama kali dibuka, aku selalu menyodorkannya pada Farraas untuk ia sedot. Awalnya ia hanya menggigit-gigit sedotan itu saja, namun aku selalu membantunya dengan memencet sedikit kemasan kotaknya sehingga susunya terbantu keluar ke sedotan dan masuk ke mulutnya. Farraas sempat terlihat terkaget-kaget, namun kemampuan belajar batita memang luar biasa. Dengan cepat ia tahu bahwa sedotan itu bisa mengantarkan minuman ke mulutnya. Butuh banyak latihan menyedot dalam kurun waktu dua minggu hingga ia tak membutuhkan bantuanku memencet kemasan kotaknya. Begitu ia bisa menyedot sendiri lewat sedotan limun itu, aku tahu ia sedang memberitahuku ia sudah siap untuk tahap penyapihan berikutnya.

Farraas usia 15 bulan.
Aku menyediakan susu UHT kotak dengan aneka rasa mulai dari rasa madu, coklat, vanilla dan stroberi dari berbagai aneka merk. Aku menyeleksi merk mana yang rasa susunya lebih dominan dan rasa apa yang paling diminati anak-anak. Setelah aku memilih satu merk yang masuk hitungan, anak-anak memberitahu dengan caranya sendiri rasa apa yang mereka paling suka. Farraas sangat suka rasa madu dan stroberi. Kakaknya Nailah, 4 tahun, sangat suka rasa stroberi saja. Coklat hanya kadang-kadang saja mereka suka. Maka jenis-jenis rasa inilah yang selalu aku sediakan di lemari.

Sebenarnya aku ingin menyusui Farraas sampai ia minimal lewat usia 18 bulan. Namun deretan gigi-giginya yang tajam memenuhi mulutnya menjadi horror tersendiri tiap kali menyusuinya. Apalagi gerahamnya juga sudah tumbuh. Bahkan suamiku mengatakan tiap kali aku menyusui Farraas laksana memberi umpan ke mulut harimau. Jadilah menyusui tidak lagi menjadi momen menyenangkan. Maka aku tahu inilah saatnya untuk tahap penyapihan berikutnya.

Farraas siap dan aku siap, kami sama-sama siap ke tahap berikutnya. Maka perjalanan pun berlanjut. Saat ini, Farraas hanya meminum susu mamanya setiap hendak tidur pagi, tidur siang, tidur malam dan tengah malam kala terbangun. Kadang-kadang baru bangun tidur pun perlu penyegaran dengan minum susu mamanya. Aku berencana mengurangi waktu menyusunya. Aku hendak meniadakan waktu minum susu mamanya menjelang tidur pagi, tidur siang dan sebangun tidur.

Aku katakan padanya, “Dek, sekarang Adek kan udah makin pinter ya belajar ngomongnya. Itu tandanya sebentar lagi Adek akan jadi anak-anak kayak Kak Nailah. Dek Farraas bukan lagi bayi”

Kulihat matanya masih menatapku, ia masih memperhatikan ucapanku, maka kulanjutkan, “Anak-anak itu Dek, ngga minum susu Mama lagi. Tapi minumnya susu kotak, nih yang ada gambar sapinya” Tangan kananku memegang susu UHT kotaknya.

“Mmooo…” Sahutnya meniru suara sapi sambil menunjuk sapi belang hitam putih di kemasan kotak susu UHT itu.

Ucapan itu berulang-ulang aku katakan pada Farraas selama kurang lebih tiga hari berturut-turut. Dengan dia selalu merespon mengucapkan kata “MMoooo” setiap kali aku bicara, maka aku tahu ia sudah siap.

Hari itu pun datang juga. Sepulang mengantarkan Kakaknya sekolah, mata Farraas mulai meredup, ngantuk. Tak ada Kakak di rumah memang selalu membuatnya mengantuk, tak ada kawan bermain barangkali.  Biasanya, aku merebahkan Farraas di kasur untuk menyusu sebelum tidur. Namun karena kali ini hendak disapih, aku sengaja merubah rutinitasnya sebagai tanda, agar ia mengerti. Aku menggendongnya dengan kain. Lalu mengulang merapal “mantra”.

“Dek, sekarang Adek kan udah makin pinter ya belajar ngomongnya. Itu tandanya sebentar lagi Adek akan jadi anak-anak kayak Kak Nailah. Dek Farraas bukan lagi bayi. Anak-anak itu Dek, ngga minum susu Mama lagi. Tapi minumnya susu kotak, nih yang ada gambar sapinya” Tangan kananku sudah siap memegang susu UHT kotaknya untuk kusodorkan ke mulutnya.

“Mmooo…” Sahutnya. Lalu secara refleks, Farraas membuka mulutnya. Sedotan masuk, dan satu kotak susu pun langsung ia habiskan tanpa berhenti. Anak pintar.

Lalu aku mengayunnya perlahan sambil menggumamkan lagu Good Night Song, dari soundtrack Barbie, The Island Princess.

“Sun goes down
And we are all together
Fireflies glow like a thousand charms

Stay with me
And you can dream forever
Right here in my arms

Its magic
That you are here beside me
Close your eyes and let me hold you tight

Everything
That I could ever need is
Right here in my arms, tonight

Sound of day
Fade away
Stars begin to climb

Melodies
Feel the breeze
Sweater all the time”

Ketika mata Farraas terlihat sudah sangat berat namun belum benar-benar terlelap, aku menurunkannya dari gendongan dan merebahkannya di kasur dan bantalnya. Ia menangis sebentar, lebih tepatnya merajuk karena tak ada air mata di sana.

Aku mengucapkan doa menjelang tidur untuknya, lantas ikut rebah di sampingnya. Pura-pura memejamkan mata sambil sesekali dibuka melihat apakah Farraas sudah nyenyak atau belum. Farraas tampak masih berguling ke sana kemari. Sesekali ia memencet-mencet mataku, atau memasukan tangannya ke hidungku. Kadang ia sengaja menabrakkan dirinya ke badanku lalu berguling lagi ke bantalnya. Butuh waktu lebih dari lima belas menit hingga akhirnya Farraas menemukan posisi tidur paling nyamannya dan tidak banyak lagi berguling. Aku pun bangun dan melanjutkan pekerjaan lain. Senangnya sukses di hari pertama meniadakan satu rutinitas menyusu.

Urutan yang sama aku terapkan ketika Farraas hendak tidur siang hari itu juga. Ketika ia melihat aku sudah menyampirkan kain untuk menggendongnya di pundakku, Farraas menangis. Tapi aku melihatnya sebagai merajuk saja karena perubahan rutinitas yang aku buat padanya. Terbukti begitu aku gendong dan menyodorkan susu barunya, ia pun diam dan langsung menyedot dengan tanpa henti, hingga kotak itu menjadi kempes.

Menghindari perubahan yang terlalu banyak dan mendadak, malam itu Farraas masih bisa minum susu mamanya hingga kenyang. Dua jempol aku acungkan padanya menjelang tidur.

“Adek pinter ya, benar-benar sudah mau jadi anak-anak” Pujiku, menghargai kerja samanya sesiangan tadi.

Keadaan itu, menyusu mama hanya malam hari saja dan siang minum susu kotak, aku terapkan selama kurang lebih dua minggu. Farraas semakin terbiasa. Sesekali ia tampak menunjuk-nunjuk ingin minum susu mamanya, itulah saatnya merapal “mantra” menyapih.

“Dek, sekarang Adek kan udah makin pinter ya belajar ngomongnya. Itu tandanya sebentar lagi Adek akan jadi anak-anak kayak Kak Nailah. Dek Farraas bukan lagi bayi. Anak-anak itu Dek, ngga minum susu Mama lagi. Tapi minumnya susu kotak, nih yang ada gambar sapinya”.

Memang ada konsekuensinya. Perubahan itu ternyata membuat Farraas lebih banyak melek. Jadinya di siang hari, ia hanya tidur sekali saja. Tidak dua kali seperti sebelumnya. Tapi tak mengapa. Bukankah semakin anak tumbuh besar memang semakin berkurang jam tidurnya.

Farraas usia 17 bulan.
Rencana menyusu Farraas hingga ia minimal berusia 18 bulan tampaknya sudah tidak memungkinkan lagi bagiku. Barisan gigi-gigi tajam di mulutnya semakin horror saja. Lecetnya membuatku mulai tak nyaman menyusui. Maka inilah saatnya meniadakan waktu menyusu malam.

Hari itu, usia Farraas tepat 17 bulan. Tanggal 26 Desember 2010. Tidur sekali di siang hari membuatnya lebih cepat berangkat tidur di malam hari. Jam tujuh malam, ia sudah mengajak tidur.

“Bo….” Katanya. Maksudnya Bobo.

Inilah saatnya.

“Adek mau bobo? Ok” Sahutku seraya mengambil kain untuk menggendongnya, menyampirkan ke pundakku lantas mengambil susu kotak dari almari.

Farraas memandangi kain itu terus. Begitu tanganku menyentuh kedua ketiaknya hendak menggendongnya. Farraas pun menangis, merajuk lebih tepatnya. Rupanya ia tahu bahwa malam ini ia tidak lagi minum susu mamanya.

Mantra pun diucap.

““Dek, sekarang Adek kan udah makin pinter ya belajar ngomongnya. Itu tandanya sebentar lagi Adek akan jadi anak-anak kayak Kak Nailah. Dek Farraas bukan lagi bayi. Anak-anak itu Dek, ngga minum susu Mama lagi. Tapi minumnya susu kotak, nih yang ada gambar sapinya”.

Sambil menangis, Farraas menyahut, “Mmoooo……”

Susu kotak pun di sedotnya hingga habis. Masih tetap sambil menangis, ia merebahkan kepalanya di lenganku, dalam gendonganku. Kali ini aku menyanyikan lagu yang berbeda, Lullaby-nya Gita Gutawa.

“Mentari tlah pergi
Gelap hadir
Hari telah usai
Pergilah ke alam mimpi

Pejamkan matamu
Oh malaikat kecilku

Jangan menangis lagi
Ku selalu di sini
Aku kan menemanimu sepanjang tidurmu
Tidurlah oh tidurlah sayang

Kau datang ke dunia
Dari surga
Aura senyummu mewarnai hidupku

Pejamkan matamu
Oh malaikat kecilku

Esok ku kan menunggu
Kau bangun dengan senyummu
Ku berjanji menjagamu
Sepanjang hidupku
Tidurlah oh tidurlah sayang”

Mata Farraas sudah merem melek, berat, namun tangisnya masih sesekali terdengar. Rupanya tidak minum susu mama malam ini tampak sangat berat baginya, kehilangan yang besar. Namun tekadku sudah bulat. Maafkan Mama ya sayang. Mama harus tega melepasmu menuju tahapmu berikutnya, dari bayi dan kini menuju anak-anak.

Tengah malam, Farraas masih sesekali terbangun. Ia masih menangis merengek minta minum susu mamanya. Tapi aku selalu menyodorkan susu kotaknya selalu. Mantra di tengah malam tak terlalu mempan baginya. Maka aku biarkan saja ia menangis. Begitu terdiam, aku menyodorkan sedotan susu ke mulutnya. Sekali dua kali ia menolak. Tapi tampaknya ia tahu ia tak punya pilihan, sementara ia sudah sangat dahaga. Akhirnya ia pun membuka bibir keringnya, menyedot susu kotak itu. Tak sampai habis tuntas, hanya setengah kotak. Ia lantas membalikkan badannya, melanjutkan tidur.

Kini Farraas sudah tidak pernah lagi minta minum susu mama. Kalau dikondisikan untuk ngantuk dengan cara digendong pun, ia suka berontak minta turun lantas tidur sendiri di kasurnya. Berguling ke sana ke mari. Rupanya ia cuma ingin memberitahu mamanya ia punya cara sendiri. Ah, lelaki kecilku sudah melewati tahap bayi dan menuju anak-anak meskipun bicaranya belum lancar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses (Kreatif) Dibalik Buku Anak : Mengenal Tanda Kebesaran Allah SWT

Alhamdulillahi Robbil 'Alamiin Tahun 2015 kemarin ditutup dengan terbitnya buku solo perdana saya. Buku anak berjudul "Mengenal Tanda-Tanda Kebesaran Allah SWT", diterbitkan oleh Al-Kautsar Kids (Pustaka Alkautsar Group). Buku setebal 152 halaman ini telah menempuh perjalanan yang cukup panjang sejak idenya muncul hingga terbit.  Berawal dari perjalanan saya, suami, dan dua anak saya naik motor bolak-balik dari rumah ke masjid setiap waktu sholat tiba.  Saat maghrib, isya dan subuh, saya selalu memandangi langit yang gelap. Di antara kerlip bintang di sana, saya melihat bulan dalam bentuk yang selalu berbeda. Kadang sabit tipiiis serupa alis, kadang cembung gendut lucu, kadang purnama bulat sempurna dengan cahaya berpendar-pendar, indah sekali.  Lalu timbullah tanya dalam hati, dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman bahwa tidaklah Dia menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini dengan sia-sia. Tapi mengapa rasa di hati saya terhadap bulan tak lebih hanya hi...

Tiga Langkah Pertamaku

(Juara 2 lomba menulis " Capture Your Gain Moment " yang di selenggarakan oleh Majalah Parents Guide, bulan Desember 2010) Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”. Dua hari kemudian, Farraas mulai menantang dirinya untuk menggerakkan kakinya selangkah dengan tangan berpegangan di sofa. Satu langkah masih gemetar, ia menangis, namun sekali lagi aku katakan, “Ba...

Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Membaca dan Korupsi

Sudah lama saya ingin tahu dan menulis mengenai hubungan korupsi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Membaca, adakah hubungan yang saling berkaitan? KORUPSI Dari data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong yang dirilis pada tanggal 8 Maret 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup se-asia pasifik. Berikut urutan lengkapnya: Indonesia (terkorup) Kamboja (korup) Vietnam (korup) Filipina (korup) Thailand India China Taiwan Korea Macau Malaysia Jepang Amerika Serikat (bersih) Hong Kong (bersih) Australia (bersih) Singapura (terbersih) Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Masih data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dari angka...