|  | 
| gambar diambil dari blogspot | 
Sebagai seorang muslim dan muslimah,
kita tentu percaya bahwa dalam diri kita ada ruh yang berasal dari Allah SWT.
Ruh yang kemudian membuat kita hidup dan bisa beraktivitas di dunia dalam
rangka beribadah kepada-Nya. Ruh yang jika saatnya tiba, akan kembali kepada
Sang Empunya.
Ruh adalah suatu rahasia yang Allah tak membagi ilmu-Nya
kepada manusia.
"Dan mereka bertanya
kepadamu tentang ruh. Katakanlah: 'Ruh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit'." – (QS. Al-Isra’:85)
Namun untuk memahaminya, ada perumpamaan yang Allah kisahkan dalam Al-Qur'an, yang mungkin lebih bisa kita cerna.
"Allah cahaya kepada
langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti ceruk yang di dalamnya ada
pelita, yang pelita itu ada di dalam tabung kaca, yang tabung kaca itu seperti
bintang yang berkilauan. (Pelita itu) dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
diberkahi (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di
barat. Minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya. Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi siapa yang
Dia kehendaki. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nur : 35)
Allah memberi cahaya kepada
langit dan bumi. 
Tanpa
cahaya dari Allah ini, kita tidak bisa melihat hakikat alam semesta yang
sebenarnya. Tanpa cahaya dari Allah ini, kita tidak melihat sesuatu sebagai
sesuatu itu sesungguhnya. Gelap. Bandingkan jika kita melihat suatu benda di
saat gelap dan di saat lampu menyala. Saat gelap, kita menyangka benda itu
adalah A, sesuatu yang menakutkan. Setelah lampu menyala, baru kita tahu bahwa
benda itu sebenarnya adalah B, sesuatu yang sama sekali tidak menakutkan. Tidak
akan sama. Hanya dengan cahaya Allah-lah, kita bisa memahami apa itu langit,
bumi dan alam semesta ini sesungguhnya, dan untuk apa mereka ada.
Perumpamaan cahaya-Nya
seperti ceruk yang di dalamnya ada pelita, yang pelita itu ada di dalam tabung
kaca, yang tabung kaca itu seperti bintang yang berkilauan. 
Agar manusia mudah memahami hakikat cahaya Allah itu
sesungguhnya, Allah memberi perumpamaan. Perumpamaan ini mungkin tidak
sepenuhnya tepat, tetapi menurut Allah inilah yang paling mendekati yang bisa
dicerna akal manusia. Cahaya Allah itu, seperti ceruk (misykaat), yang di dalamnya ada pelita  (mishbaah),
dan pelita itu ada di dalam tabung kaca (zujaajah),
yang tabung kacanya itu seperti bintang yang berkilauan (kaukabun).
Ceruk adalah sedikit lubang di dinding yang tidak
sampai tembus ke sebelahnya, yang digunakan untuk menempelkan pelita pada
rumah-rumah orang zaman dahulu. Pelita itu ditutupi tabung kaca yang sangat
bening, yang jika dilewati cahaya dia akan berkilau sedemikian rupa,
memancarkan cahaya dari pelita di dalamnya ke segala penjuru, sehingga menyerupai
bintang yang bersinar terang.
(Pelita itu) dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang diberkahi (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
di timur dan tidak pula di barat. Minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. 
Pohon yang diberkahi adalah pohon itu memberikan
sesuatu lebih dari yang diharapkan (beyond
expectation). Pohon yang diberkahi ini adalah pohon zaitun, yang tumbuh
tidak di timur dan tidak di barat. Artinya pohon zaitun itu tumbuh sendirian,
tidak ada pepohonan lain di sekelilingnya yang dapat menghalangi cahaya
matahari memapar pohon zaitun tersebut. Dengan demikian, pohon zaitun ini akan
mendapatkan cahaya matahari paling maksimal disetiap waktu disepanjang hari,
baik saat matahari masih di timur maupun saat matahari sudah di barat. Pohon
zaitun yang seperti ini akan menghasilkan buah zaitun yang paling bagus
kualitasnya. Jika buah ini diperas, ia akan menghasilkan minyak zaitun yang
juga paling bagus kualitasnya. Minyak zaitun inilah yang digunakan sebagai
bahan bakar pelita dalam ceruk tadi. Minyaknya saja sudah hampir-hampir
menyala, terang, meskipun api belum menyentuhnya.
Minyak zaitun adalah minyak yang paling penting bagi
orang Arab zaman dulu. Mereka menggunakannya hampir di semua keperluan hidup
mereka. Tak ada keluarga Arab yang tak memilikinya.
Saat ini kita membagi kategori minyak dengan istilah flammable, yang berarti seberapa cepat
minyak itu dapat terbakar. Minyak yang sangat mudah terbakar dikategorikan highly flammable. Nah, minyak zaitun
yang sedang kita bicarakan ini termasuk dalam kategori highly flammable. Ia sudah hampir terbakar dan menyala walaupun api
belum menyentuhnya. Lalu saat dia benar-benar bertemu api, maka dia akan menyala
dengan sangat cepat, bercahaya sangat terang dan Allah menamainya cahaya di
atas cahaya  (nuurun 'ala nuur). Lalu api itu sendiri akan datang dari mana?
Allah memberi petunjuk
kepada cahaya-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 
Ceruk, pelita (lampu), minyak, dan api adalah perumpamaan.
‘Ceruk' adalah perumpamaan bagi rongga dada dalam tubuh manusia. ‘Pelita' dalam
‘ceruk’ adalah perumpamaan hati kita yang memang terletak di dalam rongga dada.
Hati dalam rongga dada kita tertutup oleh 'tabung kaca', yaitu fitrah. Manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah, murni, suci, bersih, bening, mereka dilahirkan
untuk suka dan cenderung kepada kemurnian dan kebaikan, cenderung menuju Allah.
Dalam hati kita ada sesuatu yang sangat murni, yang
diberkahi, yang berkahnya terhubung langsung dengan Allah. Sesuatu itu adalah
Ruh. Ruh itu murni, diselubungi fitrah yang juga murni. Ruh itu sudah siap
menyala terang setiap saat. Fitrah pun siap memancarkan cahaya dari ruh
tersebut ke segenap penjuru. Hanya tinggal menunggu satu hal saja, yaitu API. Api
itu adalah petunjuk Allah SWT, Al-Qur'an! Itulah apinya!
Setiap kali sebuah ayat-ayat Al-Qur'an masuk melalui
telinga, atau tanda-tanda kebesaran Allah masuk melalui mata, itulah saatnya api
masuk ke dalam tubuh kita, langsung menyulut ruh dalam hati kita. Ruh itu pun langsung
menyala, memancarkan cahaya teramat terang, menjadi CAHAYA DI ATAS CAHAYA.
Jasmani kita, fisik kita, terbuat dari sesuatu yang
kotor, yaitu tanah. Maka apa yang kita makan untuk jasmani kita harus berasal
dari tanah. Sementara ruh kita adalah cahaya, maka makanannya pun harus dari
cahaya. 
‘Tabung kaca’ digambarkan sangat bening sehingga mampu
meneruskan cahaya dari dalam tabung ke luar tabung dengan sempurna, begitu juga
sebaliknya. Tapi bagaimana jika tabung kaca itu kotor? Hitam? Maka cahaya dari
dalam tak bisa memancar keluar. Dosa, itulah yang akan mengotori tabung kaca.
Allah memberikan perumpamaan ini agar kita selalu
menjaga pelita dalam hati kita dan menjaga kebersihan tabung kaca yang
menyelubunginya. Sebuah tabung kaca, walaupun tak pernah sengaja dikotori,
hanya dibiarkan saja, lama-lama akan tertutup debu juga. Ini adalah tanda bahwa
kita harus rajin membersihkan tabung kaca dalam diri kita. Dzikir, berdoa,
menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, menjaga lisan, akan membantu kita menjaga
kebersihan hati kita.
Referensi:
1. 'Light upon Light - Nurun Ala Nur, Ustadh Nouman
Ali Khan, at youtube
2. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 6, hal 53-57, Pustaka
Imam Syafi’i, tahun 2004
Komentar
Posting Komentar