Sepulang mengantar Nanay ke taman kanak-kanaknya, aku melewati rumah Raya, kawan sekelas Nanay. Kulihat Raya masih ada di rumah bersama pengasuhnya, memakai baju rumah. Padahal hari ini adalah hari Senin, hari sekolah Nanay yang berarti hari sekolah Raya juga. Jam sudah menunjukan pukul 08.15. Itu artinya sudah lewat lima belas menit dari jam masuk kelas mereka. “Lho, Raya kok belum berangkat sekolah?” tanyaku spontan dari pinggir jalan. Pengasuhnya tersenyum,   “Iya, nih. Baru saja bangun tidur. Sekarang ngga mau berangkat sekolah, deh!”   jawabnya datar tanpa merasa bersalah melewatkan satu hari yang mungkin saja bersejarah bagi Raya. Aku mengangguk-angguk, “Oooo…..” lalu meneruskan langkah pulang. Sebelum tiba di rumah, aku bertemu dengan Fadhil, kawan sekelas Nanay juga, baru berangkat diantar oleh neneknya dan pengasuhnya.   Boleh dibilang pertemuanku dengan Fadhil adalah pertemuan rutin setiap hari sekolah. Itu artinya Fadhil terlambat hampir setiap hari!. “Lho...
Cahaya-Nya seperti pelita berselubung kaca dalam ceruk jiwa, yang terisi minyak termulia dari pohon yang tumbuh tidak di timur dan tidak di barat, yang bercahaya laksana mutiara meski api belum menyentuhnya.