Langsung ke konten utama

Terima Kasih, Dana

“Dana! Dana! Jangan! Nanti kehujanan! Nanti kamu pusing!” Mama Dana berusaha mencegah anak lima tahunnya menerobos hujan yang makin deras.

“Dana mau pulang, Ma!” Dana memberontak. Tangannya berkelit dari  pegangan sang Mama.

“Mau ngapain?! Hujan, Nak! Nanti kamu sakit” Suara Mama Dana semakin meninggi. Wajahnya menampakkan kekhawatiran dan kemarahan sekaligus.

“Lepasin Ma, Dana mau pulang!” Dana tak menyerah. Badan kecilnya laksana belut menggeliat melepaskan diri dari tangan-tangan penangkapnya.

Beberapa ibu-ibu yang sama-sama berteduh dari hujan sambil belanja sayur memandangi pergulatan kecil ibu anak itu. Mungkin Mama Dana jadi sedikit malu dengan tingkah Dana yang tak mau menuruti perkataannya. Sebab tak lama kemudian pegangannya menjadi longgar dan larilah Dana dengan kencang menuju rumahnya yang hanya berjarak sepuluh meter dari situ.

Beberapa ibu-ibu tertawa kecil melihat Dana berlari menerabas hujan. Kaki-kaki kecilnya tampak sangat perkasa. Ada yang sama-sama khawatir seperti Mama Dana. Ada juga yang kagum atas keberaniannya.

Mama Dana geleng-geleng kepala, “Duh, tuh anak! Kupingnya kemana!?”

Selang lima menit kemudian, Dana kembali dengan membawa payung. Rupanya ia tadi berlari pulang hendak mengambil payung. Tangan kirinya memegang payung kecil berwarna hijau berhiaskan gambar anjing pudel yang ia pakai sendiri. Tangan kanannya memegang satu payung besar berwarna merah yang masih terlipat.

Beberapa ibu-ibu tertawa lagi. Kali ini tak ada yang merasa khawatir. Wajah-wajah mereka yang menyunggingkan senyum lebih banyak merasa kagum atas inisiatif anak lima tahun itu.

Dana menyodorkan payung merah yang terlipat itu pada Mamanya.

“Duh, Nak. Kok bawa yang ini sih. Payung ini kan rese bukanya. Susah. Kenapa ngga bawa payung yang biru aja?” Sahut Mama Dana sambil menerima payung dari tangan Dana.

Dana masih sedikit terengah-engah akibat lonjakan hormon adrenalin dengan berlari menerobos hujan tadi. Yang ia dengar dari mamanya bukan omelan, tapi pujian,”Wah, terima kasih Dana, sudah mengambilkan Mama payung” Karena itu ia tak menjawab, hanya mengangguk-angguk gembira.

Mama Dana masih belum selesai,”Kok tadi Dana ngga dengerin Mama, sih? Mama kan ngga minta diambilkan payung?”

Dana senyum-senyum riang, yang ia dengar masih pujian,”Wah, terima kasih ya Dana, sudah mengambilkan Mama payung. Dana pintar, deh”

Beberapa ibu-ibu di situ menunjukan wajah-wajah memprotes Mama Dana yang tak kunjung berhenti mengomeli anaknya hingga menyelesaikan belanja sayurnya. Wajah-wajah itu kemudian berubah menjadi wajah-wajah iri melihat Mama Dana dan anak lima tahunnya menjadi yang pertama bisa melenggang pulang walaupun hujan masih sederas tadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses (Kreatif) Dibalik Buku Anak : Mengenal Tanda Kebesaran Allah SWT

Alhamdulillahi Robbil 'Alamiin Tahun 2015 kemarin ditutup dengan terbitnya buku solo perdana saya. Buku anak berjudul "Mengenal Tanda-Tanda Kebesaran Allah SWT", diterbitkan oleh Al-Kautsar Kids (Pustaka Alkautsar Group). Buku setebal 152 halaman ini telah menempuh perjalanan yang cukup panjang sejak idenya muncul hingga terbit.  Berawal dari perjalanan saya, suami, dan dua anak saya naik motor bolak-balik dari rumah ke masjid setiap waktu sholat tiba.  Saat maghrib, isya dan subuh, saya selalu memandangi langit yang gelap. Di antara kerlip bintang di sana, saya melihat bulan dalam bentuk yang selalu berbeda. Kadang sabit tipiiis serupa alis, kadang cembung gendut lucu, kadang purnama bulat sempurna dengan cahaya berpendar-pendar, indah sekali.  Lalu timbullah tanya dalam hati, dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman bahwa tidaklah Dia menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini dengan sia-sia. Tapi mengapa rasa di hati saya terhadap bulan tak lebih hanya hi...

Tiga Langkah Pertamaku

(Juara 2 lomba menulis " Capture Your Gain Moment " yang di selenggarakan oleh Majalah Parents Guide, bulan Desember 2010) Menjelang usia sembilan bulan anakku, Farraas. Aku menjadi full time mom.  Jika dulu pengasuhnya sangat hati-hati menjaga karena tentu saja takut aku marahi kalau terjadi apa-apa. Aku cenderung membiarkan dan tidak menahannya menjelajah seisi rumah. Aku hanya mengamati benda-benda disekitarnya kalau-kalau bisa membahayakannya. Selebihnya,kubiarkan ia menantang dirinya sendiri, merangkak, memegang ini itu, menjangkau benda yang lebih tinggi, lalu mulai berdiri. Awalnya aku terpana melihat ia berdiri sendiri dengan kaki gemetar, mungkin kakinya belum kuat. Ia menangis lalu jatuh terduduk. Aku hanya tersenyum seraya berkata, “Bagus, Nak. Ayo teruskan!”. Dua hari kemudian, Farraas mulai menantang dirinya untuk menggerakkan kakinya selangkah dengan tangan berpegangan di sofa. Satu langkah masih gemetar, ia menangis, namun sekali lagi aku katakan, “Ba...

Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Membaca dan Korupsi

Sudah lama saya ingin tahu dan menulis mengenai hubungan korupsi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Membaca, adakah hubungan yang saling berkaitan? KORUPSI Dari data “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) – Hongkong yang dirilis pada tanggal 8 Maret 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling korup se-asia pasifik. Berikut urutan lengkapnya: Indonesia (terkorup) Kamboja (korup) Vietnam (korup) Filipina (korup) Thailand India China Taiwan Korea Macau Malaysia Jepang Amerika Serikat (bersih) Hong Kong (bersih) Australia (bersih) Singapura (terbersih) Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Masih data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dari angka...