“Dana! Dana! Jangan! Nanti kehujanan! Nanti kamu pusing!” Mama Dana berusaha mencegah anak lima tahunnya menerobos hujan yang makin deras.  “Dana mau pulang, Ma!” Dana memberontak. Tangannya berkelit dari  pegangan sang Mama.  “Mau ngapain?! Hujan, Nak! Nanti kamu sakit” Suara Mama Dana semakin meninggi. Wajahnya menampakkan kekhawatiran dan kemarahan sekaligus.  “Lepasin Ma, Dana mau pulang!” Dana tak menyerah. Badan kecilnya laksana belut menggeliat melepaskan diri dari tangan-tangan penangkapnya.  Beberapa ibu-ibu yang sama-sama berteduh dari hujan sambil belanja sayur memandangi pergulatan kecil ibu anak itu. Mungkin Mama Dana jadi sedikit malu dengan tingkah Dana yang tak mau menuruti perkataannya. Sebab tak lama kemudian pegangannya menjadi longgar dan larilah Dana dengan kencang menuju rumahnya yang hanya berjarak sepuluh meter dari situ.  Beberapa ibu-ibu tertawa kecil melihat Dana berlari menerabas hujan. Kaki-kaki kecilnya tampak sangat perkasa. Ada yang sama-sama khawati...
Cahaya-Nya seperti pelita berselubung kaca dalam ceruk jiwa, yang terisi minyak termulia dari pohon yang tumbuh tidak di timur dan tidak di barat, yang bercahaya laksana mutiara meski api belum menyentuhnya.